http://www.caturla.web.id/2008/03/koneksi-internet-via-gprs-menggunakkan.html

Category: | 0 Comments









dde, ini materi TA catatannya kristi :

Category: | 1 Comment

PENDAHULUAN

Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pengguna yang berkepentingan. Proses auditing dilakukan untuk menyatakan kewajaran suatu laporan keuangan, dimana laporan keuangan dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan, seperti: investor, kreditor, pemerinta, dan sebagainya. Proses auditing dilakukan oleh auditor. Dalam menjalankan profesinya auditor harus benar-benar bertanggug jawab atas opini yang akan di berikannya pada laporan keuangan. Sebab opini auditor menunjukan kepada pemakai laporan keuangan, apakah laporan keuangan tersebut objektif.
Dalam dunia hukum yang berkembang pada saat ini, auditor bisa dikenakan kewajiban atas hal-hal yang telah dilakukan. Banyak hal yang dapat mengakibatkan auditor dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana yang dikarenakan adanya perselisihan yang berkaitan dengan audit. Tuntutan terhadap auditor dapat terjadi karena adanya peristiwa-peristiwa yang menyebabkan kerugian bagi pengguna laporan keuangan. Auditor juga dapat dituntut oleh klien kreditor dan pemerintah karena auditor tidak melakukan jasa profesional yang memadai.
Dalam makalah ini akan di bahas mengenai jenis-jenis tuntutan yang dapat diajukan kepada auditor, pihak-pihak yang bisa mengajukan tuntutan pada auditor, macam-macam pembuktian yang harus dilakukan agar dapat menuntut auditor, serta pembelaan yang dapat dilakukan oleh auditor.






PEMBAHASAN

A. Kegagalan Perusahaan, Kegagalan Audit dan Risiko audit
Banyak profesional akuntansi dan hukum percaya bahwa penyebab utama tuntutan hukum terhadap kantor-kantor akuntan nadalah kurangnya pemahaman pemakai laporan keuangan tentang perbedaan antara kegagalan perusahaan dengan kegagalan audit. Dan antara kegagalan audit dengan risiko audit. Apabila investasi ditanamkan di dalam suatu perusahaan, ini akan mengakibatkan beberapa tingkat risiko perusahaan. Yakni, terdapat risiko bahwa perusahaan tidak mampu memenuhi harapan investornya, karena adanya kondisi-kondisi ekonomi atau bisnis seperti resesi, keputusan manajemen yang buruk, atau persaingan yang tak terduga dalam perusahaan itu. Kasus eksterm yang mencerminkan risiko bisnis adalah kegagalan perusahaan.
Kegagalan audit adalah suatu situasi di dalam audit dimana auditor sampai pada dan/atau mengeluarkan pendapat auditor yang salah karena gagal dalam memenuhi persyaratan-persyaratan/standar pemeriksaan yang berlaku. Bila terjadi kegagalan perusahaan, mungkin terdapat atau tidak terdapat kegagalan audit.
Risiko audit adalah risiko dimana auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan dinyatakan dengan wajar dan oleh karenanya dapat dikenakan pendapat wajar tanpa pengecualian, namun pada kenyataannya laporan tersebut disajikan salah secara material. Audit tidak dapat diharapkan untuk mengungkapkan semua kesalahan laporan keuangan yang material. Audit terbatas pada pemilihan sampel, dan kesalahan yang disembunyikan dengan sangat rapi sulit ditemukan. Karenanya ada risiko bahwa audit tidak akan mengungkapkan kesalahan yang materil dalam laporan keuangan.
Kebanyakan profesional akuntansi setuju bila auditor gagal mengungkapkan kesalahan yang material lalu pendapat auditor tersebut salah maka akuntan publik tersebut diminta tetap mempertahankan kualitas auditnya, berarti terjadi kegagalan audit, dan kantor akuntan tersebut harus bertanggung jawab kepada mereka yang menderita kerugian itu. Dalam prakteknya sulit untuk menentukan bilamana auditor gagal menggunakan keahliannya karena rumitnya proses auditing. Namun begitu, auditor yang gagal dalam menjalankan praktik auditnya dapat berakibat buruk bagi kantor akuntannya.
Kesulitan timbul bila terjadi kegagalan dalam perusahaan, tetapi bukan kegagalan audit . apabila sebuah perusahaan pailit, atau tidak dapat membayar hutang-hutangnya, maka pemakai laporan keuangan umumnya mengklaim telah terjadi kegagalan audit khususnya apabila pendapat auditor terakhir menyatakan laporan keuangan tersebut wajar.

B. KONSEP HUKUM YANG MEMPENGARUHI KEWAJIBAN
Kebanyakan gugatan ke pengadilan menyangkut laporan keuangan yang telah atau belum diaudit. Beberapa konsep hukum dapat diterapkan pada segala macam gugatan terhadap akuntan publik. Konsep-konsep tersebut adalah:
1. Prudent man (keberhatian)
Ada perjanjian di dalam praktik akuntansi dan pengadilan bahwa auditor bukan penjamin atau penanggung jawab dari laporan keuangan. Auditor hanya berkewajiban melakukan audit secara teliti. Meskipun demikian, auditor bukannya tanpa cela.
Standar ketelitian yang diharapkan dari auditor sering sering disebut sebagai konseo pruden man. Ini dinyatakan dalam Cooley on Torts sebagai berikut:
Setiap orang yang memberikan jasanya kepada orang lain dan dipekerjakan olehnya mempunyai kewajiban untuk menggunakan keahlian yang dimilikinya dengan hati-hati serta teliti dan sungguh-sungguh. Dalam semua pekerjaan iniyang membutuhkan keahlian khusus, jika seseorang menawarkan jasanya, dapat dianggap bahwa dia menyediakan dirinya kepada masyarakat sebagai seseorang yang mempunyai tingkatan keahlian yang juga dipunyai oleh orang lain dalam mengerjakan pekerjaan yang sama, dan, jika apa yang dia janjikan ternyata tidak berdasar, ia telah melakukan penipuan terhadap semua orang yang telah mempercayainya. Akan tetapi tidak ada seorang pun, apakah dia ahli atu bukan yang tanpa kekeliruan atau kesalahan. Dan ia bertangung jawab atas kecerobohan itikad buruk, atau kekeliruan dalam penilaian.




2. Kewajiban atas tindakan sekutu lain
Para sekutu atau pemegang saham dalam perseroan profesional secara bersama-sama bertanggung jawab atas tindakan perdata yang ditujukan terhadap salah seorang anggotanya.
Para sekutu juga bisa bertanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukan orang lain yang mereka percayai. Ini diatur dalam hukum keagenan (laws of agency).

3. Keterbukaan di pengadilan
Akuntan publik tidak boleh menahan informasi jika diminta oleh pengadilan dengan alasan informasi tersebut dirahasiakan. Seluruh informasi dalam kertas kerja seorang auditor dapat diminta oleh pengadilan apabila diperlukan. Pembicaraan rahasia antara klien dengan auditor tidak dapat ditutupi dalam pengadilan

C. KEWAJIBAN HUKUM AUDITOR
Auditor bisa dituntut oleh klien, investor, kreditor dan pemerintah karena tidak melakukan jasa profesionalnya secara memadai. Auditor bisa dituntut berdasarkan dua jenis undang-undang:
1. Common law
Merupakan undang undang yang dikembangkan terus menerus oleh para hakimyang mengeluarkan pendapat hukum saat memutuskan suatu pekara (prinsip-prinsip hukum yang diterapkan dalam kasus-kasus ini menjadi pedoman bagi para hakim yang memutuskan perkara yang sama di masa yang akan datang). Tuntutan yang diberikan kepada auditor berkaitan dengan common law adalah bahwa auditor tidak melakukan audit secara tepat. Misalnya, berdasarkan common law seorang auditor bisa dianggap memiliki kewajiban kepada klien atas terjadinya pelanggaran kontrak, kelalaian, kelalaian berat dan kecurangan.

2. Statutory law.
Merupakan hukum tertulis yang dibuat oleh lembaga legislatif dari pemerintah federal dan Negara yang menetapkan beberapa aturan pelaksanaan yang harus dipatuhi pihak-pihak yang bersengketa. Berdasarkan statutory law seorsng auditor bisa dikenakan kewajiban perdata atau pun penjara. Perkara perdata bisa menimbulkan denda dan sanksi.

Kewajiban yang dihadapi auditor:
 Common law klien

Pihak ketiga


 Statutory law pidana
Perdata

1. COMMON LAW

a. Common law-klien
Common law tidak mengharuskan auditor menjamin produk kerjanya. Namun undang-undang ini mensyaratkan auditor melakukan jasa professional secara cermat. Ini berarti auditor harus melakukan jasa profesionalnya dengan tingkat keahlian, pengetahuan, dan pertimbangan seperti yang dimiliki oleh para anggota profesi akuntan lainnya. Bila auditor gagal melakukan ketentuan seperti yang tertuang dalam dalam perjanjian kontraktual dengan klien, maka ia bisa dituntut atas pelanggaran kontrak atau kelalaian. Berdasarkan common law, auditor juga memiliki kewajiban kepada klien akibat kelalaian berat dan kecurangan.

 Pelanggaran kontrak
Kewajiban pelanggaran kontrak (breach of contract) didasarkan pada kegagalan auditor untuk menyelesaikan jasa yang telah disetujui dalam kontrak dengan klien. Kontrak antara klien dan auditor menjelaskan biaya atas jasa profesional yang diberikan, dan tenggat waktu penyelesaian jasa yang normalnya dijelaskan secara eksplisit atau implisit dalam kontrak. Jika klien melanggar kewajibannya seperti yang telah dinyatakan dalam surat perikatan auditor tidak terikat perjanjian kontraktual. Jika auditor menghentikan audit tanpa sebab yang memadai, ia bisa di kenakan tuntutan atas kerugian ekonomis yang dialami oleh klien. Demikian pula dengan masalah-masalah lainnya ( seperti penyampaian audit yang tepat waktu atau kegagalan mendeteksi salah saji material) bisa menyebabkan timbulnya tuntutan dari klien terhadap auditor.
 Kelalaian
Kewajiban akibat kelalaian mencerminkan penyimpangan dari standar perilaku yang seharusnya dilakukan oleh profesional. Bila seorang auditor memiliki keahlian dan pengetahuan khusus, kehati-hatian yang normal belumlah cukup. Jadi, seorang akuntan publik memiliki kewajiban untuk melaksanakan perikatan menggunakan tingkat kecermatan yang sama yang akan diterapkan oleh anggota profesi akuntan publik yang berhati-hati.
Untuk bisa menuntut auditor akibat kelalaian, klien harus membuktikan hal-hal ini:
• Penugasan yang diberikan klien memang harus sesuai dengan standar kecermatan yang berlaku
• Kegagalan untuk bertindak sesuai standar
• Adanya hubungan sebab akibat antara kelalaian auditor dan kerugian yang dialami klien
• Kerugian atau kerusakan actual yang dialami klien
Tuntutan oleh klien terhadap auditor sering kali menyatakan bahwa auditor tidak mendeteksi beberapa jenis kecurangan atau defalkasi. Pembelaan auditor terhadap tuntutan kelalaian yang diajukan klien mencakup:
• Tidak ada penugasan dari klien
• Klien juga berbuat lalai (berkontribusi terhadap kelalaian, kelalaian komparatif, atau kecurangan manajemen)
• Pekerjaan auditor dilakukan sesuai dengan standar profesional
• Klien tidak menderita kerugian
• Jika terjadi kerugian maka penyebabbnyaa adalah kejadian lain
• Tuntutan tersebut tidak sah karena sudah kadaluwarsa
Klien pada umumnya bisa membuktikan adanya kewajiban auditor untuk bertindak secara cermat berdasarkan kontrak perikatan. Tetapi auditor mungkin bisa memberikan argumen bahwa kerugian klien adalah akibat kelalaian klien sendiri. Misalnya, jika pengendalian intern klien lemah karena klien tidak memberikan pelatihan yang memadai atau kerena kelemahan pada SDM, maka tuntutan klien pada auditor harus memperhitungkan juga kesalahan klien. Bila manajemen puncak terlibat kecurangan, auditor bisa memberikan pembelaan bahwa kecurangan dilakukan pihak klien dan terhindar dari tuntutantelah lalai melakukan audit.
Contoh kasus:
Pembelaan Deloitte & Touche mengenai Penarikan Diri dari Perikatan Audit Medtrans
Medtrans, sebuah perusahaan penyedia jasa ambulans, menugaskan Deloitte & Touche untuk mengaudit laporan keuangannya. Medtrans membutuhkan modal dan berupaya mendapatkan pendanaan $ 10 juta dari investor luar. Medtrans memberikan laporan keuangan yang belum di audit kepada investor, laporan tersebut menunjukan adanya laba sebesar $ 1,9 juta. Deloitte & Touche sedang dalam penyelesaian auditnya pada saat negosiasi medtrans dengan investor luar. Deloitte & Touche mengajukan penyesuaian yang mengakibatkan laporan keuangan medtrans yang menunjukan adanya kerugian yang sebesar $500.000. Sebelum Deloitte & Touche mengajukan mengajukan penyesusaian, CFO perusahaan mengajukan pengunduran diri setelah merasa bahwa ia tidak dapat menandatangani surat representasi manajemen. Saat penyesuaian yang diusulkan diberikan kepada klien, CEO Medtrans mengancam untuk menuntut Deloitte & Touch eke pengadilan agar segera menyelesaikan audit. Deloitte kemudian menarik diri dari perikatan. KAP yang ketiga bahkan mengeluarkan laporan audit wajar tanpa pengecualian yang berisi penyesuaian-penyesuaian yang diajukan Deloitte & Touche.
Medtrans menyatakan bahwa pengunduran diri Deloitte & Touche menyebabkan perusahaan gagal memperoleh dana, dan kemudian perusahaan dijual dengan nilai yang lebih kecil dari nilai yang sebenarnya. Di pengdilan Medtrans menyatakan bahwa, berdasar hukum California sebuah KAP tidak bisa dalam kondisi apapun menarik diri dari perikatan jika pengunduran diri tersebut membahayakan klien. Deloitte & Touche memberi argumen bahwa instruksi para juri di pengadilan California menyangkut kewajiban profesional bertentangan dengan standar profesional. Yang membolehkan auditor untuk menari diri dari perikatan. Para juri dalam kasus ini cenderung berpihak kepada Medtrans dan menyatakan perusahaan ini berhak mendapat ganti rugi sebesar hampir $ 10 juta.
Pada bulan Maret tahun 1998 pengadilan banding California justru berpendapat sebaliknya, dan meminta para hakim untuk memberi peringatan kepada para juri mengenai standar profesi. Menurut siding ini auditor, dengan mengaudit laporan keuangan memiliki kewajiban publik yang melampaui hubungan kerja dengan klien. Keputusan ini sangat berarti karena kewajiban auditor untuk bertugas secara cermat didasarkan pada standar profesional dan bukan pada aturan hukum yang bertentangan dengan standar profesional.
 Kecurangan
Seorang auditor bisa dituntut klien atas terjadinya kecurangan (fraud) bila ia memang mengetahui adanya kecurangan tersebut dan sengaja melakukannya. Namun pada umumnya tuntutan yang terkait dengan kecurangan biasanya diajukan oleh pihak ketiga.


b. Common law-pihak ketiga
Sebuah kantor akuntan mungkin berkewajiban terhadap pihak ketiga jika terjadi kerugian pada pihak penggugat karena mengandalkan laporan keuangan yang menyesatkan. Pihak ketiga tersebut meliputi pemegang saham, kreditor, investor.

 Kelalaian
Bila seorang auditor tidak menjalankan perikatan secara cermat, ia bisa dituntut melakukan kelalaian biasa (ordinary negligence) oleh pihak ketiga (penuntut) berdasarkan common low.
Agar bisa menuntut auditor melakukan kelalaian, pihak ketiga harus membuktikan semua hal berikut ini:
• Auditor memang memiliki kewajiban kepada penggugat untuk melaksanakan tugas secara cermat
• Auditor melanggar kewajiban tersebut dan lalai mematuhi standar profesional
• Ketidakcermatan auditor merupakan penyebab langsung atas terjadinya kerugian yang diderita pihak ketiga (yaitu, laporan keuangan menyesatkan sementara pihak ketiga mengandalkan laporan tersebut)
• Pihak ketiga menderita kerugian
Kesulitan utama yang dihadapi pihak ketiga untuk membuktikan kelalaian auditor adalah memberikan bukti bahwa auditor memang memiliki kewajiban untuk mengaudit secara cermat.
Empat standar common low terus berkembang sepanjang waktu untuk menentukan pihak ketiga mana saja yang bisa menuntut auditor atas terjadinya kelalaian.





c. Keempat standar hukum tersebut adalah :

 Hubungan kontrak (Privity)
Pendapat yang paling terbatas berdasarkan common law adalah bahwa auditor tidak memiliki kewajiban kepada pihak ketiga yang tidak memiliki hubungan kontrak dengan auditor. Hubungan kontrak berarti adanya perjanjian khusus diantara kedua belah pihak. Pihak diluar kontrak seperti investor atau auditor klien pada umumnya tidak memiliki hubungan kontrak seperti ini dengan auditor karena tidak terlibat langsung dalam perjanjian antara klien dengan auditor sehingga tidak bisa sert mert menuntut auditor, bahkan jika auditor gagal sekalipun.
Contoh kasus:
Ultramares vs Touche, et al. (1931)
Fred Stern & Company mengimpor dan menjual karet pada tahun 1920-an. Jenis usaha seperti ini membutuhakn modal kerja yang banyak, dan perusahaan menggunakan pinjaman bank untuk aktifitas pendanaan. Pada tahun 1924 Stern meminjam $ 100.000 dari Ultramares Corp. sebelum memutuskan memberikan pinjaman ini, Ultramares meminta Stern memberikan neraca yang sudah diaudit. Touche, Niven & Company baru saja mengeluarkan laporan audit untuk neraca per 31 Desember 1923.
Manajemen Stern meminta Touche menyediakan 32 salinan laporan audit dengan nomor berurutan. Touche telah mengaudit Stern selama 3th dan mengetahui bahwa laporan audit digunakan Stern untuk mendapatkan dana utang eksternal. Namun Touche tidak mengetahui bank-bank atau perusahaan pembiayaan apa saja yang memberikan laporan tersebut. Neraca menuinjukan aktiva sebesar $ 2,5 juta. Ultramares memberikan pinjaman sekitar $ 100.000 dan 2 pinjaman tambahan dengan jumlah total $ 65.000. Stern juga mendapatkan pinjaman bank hampir $ 300.000 dengan memberikan neraca per 31 Desember 1923 yang telah di audit oleh Touche. Pada tahun 1925 perusahaan menyatakan bangkrut. Selama proses peradilan muncul bukti bahwa Stern sebenarnya sudah mulai bangkrut pada tahun 1923 dan hal ini terungkap dari catatan-catatan akuntansi yang menyesatkan. Ultramares menuduh Touche telah lalai dan melakukan kecurangan dalam mengaudit Stern.
Para juri dalam kasus ini tidak sependapat dengan tuntutan kecurangan yang ditimpahkan ke Touche tetapi memutuskan bahwa Touche telah lalai dan mengharuskan kantor akuntan ini membayar ganti kerugian hampir sebesar $ 186.000. Keputusan hakim sebaliknya bertentangan dengan pertimbangan juri dengan alasan Ultramares tidak memiliki hubungan kontrak dengan Touche. Divisi banding dari pengadilan Tinggi New York lebih berpihak pada Ultramares dengan perbandingan suara 3:2, dengan demikian para hakim menyatakan telah mengambil keputusan yang salah dengan keputusan juri. Penasihat hukum Touche menyatakan naik banding dan dimenangkan di dalam pengadilan banding, dengan demikian mendukung doktrin hukum kontrak. Kutipan yang tercakup dalam penjelasan hakim Cardozo, ketua hakim pengadilan banding, menyajikan intisari atas keputusan ini.

 Mendekati hubungan kontrak (NearPrivity)
Pengujian-pengujian brikut ini yang bisa digunakan untuk menuntut auditor yang melakukan kelalaian-kelalaian terhadap pihak ketiga:
• Auditor harus menyadari bahwa laporan keuangan akan digunakan untuk tujuan tertentu
• Yang akan dijadikan pedoman oleh pihak-pihak tertentu
• Terdapat hal-hal yang menghubungkan auditor dengan pihak-pihak tersebut, yang member bukti bahwa auditor telah memahami memang atelda pihak-pihak yang mengandalkan laporan keuangan yang telah diaudit.
Pihak ketiga diketahui oleh auditor dan auditor telah secara langsung menyampaikan laporan audit atau mendorong diandalkannya laporan audit. Kebanyakan pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan kontrak actual dengan auditor kemungkinan besar tidak akan bisa memenuhi standar mendekati hubungan kontrak . karena auditor tidak melakukan komunikasi langsung dengan penggugat.

 Pihak ketiga yang diketahui (foreseen third party) atau standar yang dinyatakan ulang (restatement standar)
Pendekatan yang kebanyakan diterapkan oleh kebanyakan Negara bagian (dan pengadilan federal yang berlokasi di negara-negara ini) memperluas kelompok pihak ketiga yang dapat menuntut auditor atas kelalaian diluar hubungan kontrak yaki dengan mencakup ke orang atau kelompok terbatas yang memang diketahui mengandalkan laporan keuangan yang diuaudit, walaupun orang ketiga ini tidak diketahu auditor.
Alasan-alasan yang telah dikemukakan oleh pengadilan untuk memperluas standar mendekati hubungan kontrak antara lain
• Meningkatnya kewajiban dari para profesional yang lain ke pengguna jasa yang tidak terkait hubungan kontrak.
• Kurangnya keadilan untuk menekankan batasan kerugian ekoiban aknomis pada pengguna laporan keuangn yang tidak bersalah.
• Asumsi yang memperluas kewajiban akan menyebabkan auditor meningkatkan prosedur-prosedur audit mereka
• Kemampuan auditor untuk memperoleh asuransi agar terlindung dari meningkatnya resiko
• Kemampuan auditor untuk membebankan biaya audit yang meningkat dan premi asuransi ke klien mereka
Pada tahun 1968 keputusan pengadilan distrik federal, rusch factor, inc. vs Levin, menerapkan seksi 552 daari restatement (second) of the law of torts terhadap perkara-perkara hukum dan pihak ketiga. Kasus ini menceritakan tentang sebuah perusahaan yang menugaskan Levin untuk mengaudit laporan keuangan guna memperoleh dana dari rush factors. Laporan keuangan menunjukkan bahwa perusahaan berada dalam konngkrutan. Pengadilan disi sehat si penggugat memberikan pinjaman dalam jumlah besar ke perusahaan, yang ternyata mengalami kebangkrutan.
Contoh kasus :
Rusch Factors, Inc. vs Levin (1968)
Dalam kasus ini, si penggugat Rusch Factors, Inc., meminta laporan keuangan yang telah di audit sebagai syarat pinjaman ke perusahaan Rhode Island. Levin mengaudit laporan keuangan tersebut, hasilnya menunjukan bahwa perusahaan berada dalam kondisi sehat padahal sebenarnya tidak. Rusch Factors kemudian memberikan pinjaman sebesar $ 337.000 berdasarkan laporan keuangan yang sudah di audit ini. Pada saat perusahaan kemudian ternyata bangkrut Rusch Facors menuntut Levin sebesar $ 121.000 atas kerugian yang diderita.
Pengadilan distrik federal yang berlokasi di Rhode Island menolak pembelaan Levin yang menyatakan tidak terdapat hubungan kontrak. Dalam memutuskan bahwa Levin bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukan, menurut doktrin Ultramares tidak tepat dan berpegang pada restatemen (Second )of the Law of Torts pengadilan menyatakan bahwa marilah menyatakan bahwa auditor telah mengetahui hasil auditnya akan digunakan dan di jadikan pegangan oleh Rusch Factor, sehingga auditor bisa dituntut bertanggung jawab atas laporan keuangan yang menyesatkan yang digunakan oleh sekelompok orang terbatas yang diketahui.

 Pihak ketiga yang seharusnya bisa diketahui (reasonably foreseeable third parties)
Jika pihak ke tiga yang mengandalkan laporan keuangan, seperti kreditor, tidak diperbolehkan untuk menuntut kerugian, maka biaya kredit ke masyarakat umum akaan meningkat karena kreditor harus menyerap biaya kredit macet akibat mengandalkan informasi yang salah atau menyewa akuntan independen untuk memferifikasi informasi yang diterima. Akuntan bisa menyebar risiko ini melalui penggunaan asuransi untuk kewajiban.
Satu kesulitan yang akan ditemui dari pendekatan ini adalah bahwa kantor akuntan publik mungkain tidak mampu mengasuransikan kewajiban hukumnya secara memadai, atau biaya dari asuransi semacam ini mungkin sangat mahal.
Sejak tahun 1987 tidak ada pengadilan tinggi negeri yang menerapkan pendekatan pihak ketiga yang seharusnya bisa diketahui untuk kewajiban hukum akuntan, sebagian besar menyetujui atau mengadopsi salah satu standar yang lebih sempit.
Contoh kasus:
H.Rosenblum, Inc. vs Adler (1983)
Keluarga Rosenblum setuju untuk menjual usaha ruang pamer catalog eceran, H.Rosenblum, Inc., ke Giant Stores dengan dituker saham biasa Giant. Keluarga Rosenblum mengandalkan laporan keuangan Giant tahun 1971 dan 1972, yang telah diaudit oleh Touch Ross & Co. setahun kemudian, terungkap bahwa laporan keuangan Giant Stores mengandung salah saji yang material. Giant Stores kemudian mengumumkan bangkrut, dan saham perusahaan ini menjadi tidak berharga. Keluarga Rosenblum menuntut Touche, dengan tuduhan kelalaian. Touché tidak mengenal keluarga ini sama sekali tidak mengetahui bahwa laporan keuangan yang diaudit akan digunakan selama negosiasi merger.
Pengadilan pada tingkat yang paling rendah menolak tuntutan Rosenblum terhadap Touche, dengan alasan bahwa keluarga ini tidak memenuhi baik uji hubungan kontrak Ultramares maupun Restatement (Second) of the Law of Torts’ uji “pihak yang diketahui.” Pengadilan Tinggi New Jersey membatalkan keputusan ini. Menurut pengadilan ini auditor telah memiliki “kewajiban kepada siapa saja yang seharusnya bisa diketahui oleh auditor menerima laporan keuangan perusahaan untuk tujuan bisnis, dan si penerima mengandalkan laporan tersebut “. Jadi pengadilan menyimpulkan bahwa auditor berkewajiban terhadap semua pihak ketiga yang seharusnya bisa diketahui mengandalkan laporan keuangan. Pengadilan menunjukkan bahwa fungsi auditor telah diperluas dari sekedar pengawas manajemen ke seorang evaluator independen dari kecukupan dan kewajaran laporan keuangan yang disajikan manajemen ke pihak ketiga. Pengadilan juga menyatakan adanya kewajiban auditor untuk mendapatkan asuransi menghadapi klaim dari pihak ketiga.

d. Pembelaan Auditor (Auditor Defenses)
Pembelaan untuk kewajiban hukum terhadap klien juga berlaku jika auditor dituntut pihak ketiga dengan tuduhan kelalaian berdasarkan common law. Berdasarkan yurisdiksi, auditor juga bisa memberi argumen bahwa pihak ketiga tersebut tidak memenuhi kriteria pihak yang diketahui atau tidak memiliki hubungan mendekati hubungan kontrak. Jika seorang auditor telah bertindak dengan sengaja atau menipu pihak ketiga, ia bisa dikenakan tuntutan melakukan kecurangan. Kewajiban undang-undang untuk kecurangan tidak terbatas pada orang-orang yang memiliki hubungan kontrak dengan si auditor. Penggugat (pihak ketiga) harus membuktikan :
1. Bahwa auditor melakukan kesalahan
2. Kesengajaan auditor melakukan kesalahan
3. Bahwa auditor memang berniat mendorong pihak ketiga untuk mengandalkan laporan keuangan yang salah saji
4. Bahwa pihak ketiga mengandalkan informasi yang salah
5. Bahwa pihak ketiga mengalami kerugian
Pengadilan menyatakan bahwa niat jahat dapat dinilai melalui bukti bahwa si auditor bertindak dengan sengaja untuk membuat penyajian yang menyesatkan.
Tetapi, kewajiban hukum akibat kecurangan tidak terbatas hanya pada kasus-kasus auditor diketahui melakukan penipuan. Beberapa pengadilan telah menginterpretasikan kelalaian berat sebagai contoh kecuranga (disebut juga kecurangan konstruktif-constructive fraud). Kelalaian berat (gross negligence) didefinisikan sebagai penyimpangan yang ekstrem, memalukan, dan tidak berhati-hati dari standar profesional tentang kecermatan. Kasus penting dalam bidang ini adalah State Street Co. vs Ernst (1938). Dalam kasus ini, auditor mengeluarkan pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan klien mereka, dengan mengetahui bahwa State Street Trust Company menyalurkan pinjaman berdasarkan laporan keuangan tersebut. Satu bulan kemudian, auditor mengirimkan surat ke klien dengan menyatakan bahwa telah tersaji lebih saji pada akun piutang. Namun auditor tidak mengkomunikasikan informasi ini ke State Street Trust Company, dank lien kemudian bangkrut. Pengadilan New York menyatakan bahwa tindakan auditor sebagai kelalaian berat dan bahwa “pengabaian atas konsekuensi yang mungkin timbul bisa menggantikan niat kesengajaan”.

e. Kerugian Berdasarkan Common Law
Penggugat yang menderita kerugian atas terjadinya kelalaian biasa, atau berat yang dituduhkan kepada auditor berhak atas ganti rugi, yang berarti mereka diberi kompensasi untuk memulihkan keadaan mereka setara dengan kondisi bila kelalaian auditor tidak terjadi. Ganti rugi diberikan untuk member hukuman atas kesalahan dan bisa diberikan jika auditor terbukti bersalah melakukan kecurangan atau kecurangan konstruktif. Ganti rugi tidak diperbolehkan berdasarkan undang-undang federal, yang memberikan insentif bagi penggugat untuk menuntut kecurangan berdasarkan undang-undang (disamping hukum tentang kecurangan).
Bila kerugian yang diderita penggugat bisa dibagi di antara pihak-pihak yang berkontribusi, auditor hanya memiliki kewajiban sebesar porsi tertentu dari total kerugian. Jika pembagian tidak dimungkinkan, beberapa Negara bagian mengikuti prinsip ‘kewajiban gabungan dan beberapa orang’ (joint and several liability). Kewajiban seperti ini berarti bahwa auditor bisa bertanggung jawabn atas seluruh kerugian walaupun terdapat pihak lain yang juga mengakibatkan kerugian tersebut. Beberapa pengadilan memutuskan bahwa kewajiban gabungan dan beberapa orang tidak konsisten dengan konsep kesalahan komparatif, dan beberapa orang anggota legislatif telah menghapuskan kewajiban ini dan lebih memilih pendekatan proporsi kesalahan (yaitu, jika auditor diketahui 30% bersalah, ia hanya memiliki kewajiban 30% dari kerugian yang diderita).

2. STATUTORY LAW

a. Kewajiban Perdata menurut federal security laws
Meskipun telah terlihat pertumbuhan dalam tindakan terhadap akuntan oleh kliennya atau pihak ketiga menurut common Law, pertumbuhan paling pesat dalam proses persidangan kewajiban kantor akuntan adalah yang diatur menurut federal security laws.
Penyelesaian hukum federal sangat menonjol terutama berkat tersedianya proses pengadilan yang cepat dan kemudahan dalam memperoleh ganti rugi yang cukup besar dari tergugat. Lagipula, beberapa bagian dari peraturan itu mencantumkan standar kewajiban yang agak tetap terhadap akuntan. Pengadilan federal seringkali memenangkan penggugat dalam gugatan hukum yang menyangkut standar yang tetap. Securities Act (1933) mengatur informasi dari laporan pendaftaran dan prospektus. Ketetapan ini hanya menyangkut persyaratan pelaporan untuk perusahaan yang mengeluarkan surat berharga baru. Securities act tahun 1993 mengakibatkan beban yang berat terhadap auditor seksi 11dari undang-undang tahun 1933 itu menjelaskan hak pihak ketiga dan auditor. Ikhtisarnya adalah sebagai berikut :
• Setiap pihak ketiga yang membeli surat berharga, yang dijelaskan dalam laporan pendaftaran bisa menggugat audiotor. Hubungan kontrak tidak berlaku menurut undang-undang tahun 1933.
• Pihak ketiga tidak mempunyai beban pembuktian yang menjadi pedoman pada laporan keuangan atau bahwa auditor telah lalai atau menipu dalam melakukan audit. Dia hanya wajib membuktikan bahwa laporan keuangan itu menyesatkan atau dibuat dengan tidak semestinya.
• Auditor mempunyai beban keharusan dalam membuktikan pembelaannya yaitu: (1) secara prinsip laporan tidak dibuat dengan keliru, (2) syarat audit telah terpenuhi dalam hal itu, atau (3) pihak pemakai laporan tidak menderita kerugian karena laporan keuangan yang menyesatkan itu.
• Auditor bertanggung jawab untuk meyakinkan bahwa laporan keuangan dibuat dengan benar dan ini bahkan berlaku setelah melewati tranggal dikeluarkannya laporan. Dia bertanggungjawab sampai tanggal dimana laporan pendaftaran mulai berlaku, yang bisa memakan waktu beberapa bulan.

Kewajiban auditor menurut Securities Act tahun 1934 berpusat pada laporan keuangan yang diaudit, yang diserahkan kepada SEC. setiap perusahaan yang surat berharganya diperdagangkan di dalam atau luar negeri harus menyerahkan laporan tahunan yang diaudit. Jumlah laporan yang harus dibuat menurut ketetapan ini ternyata lebih banyak daripada menurut ketentuan tahun 1933.
Pengadilan federal di seluruh Amerika sering berbeda pendapat mengenai standar pelaksanaan apa yang harus dikenakan terhadap kantor akuntan dalam menyatakan bahwa auditor bertanggung jawab menurt aturan 10b-5. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa kelalaian saja sudah merupakan p-enipuan terhadap investor. Sebagian lagi berpendapat bahwa diperlukan lebih dari sekedar kelalaian. Yang lainnya lagi menyatakan bahwa diperlukan niat nyata untuk melakukan penipuan menurut peratutan itu.
Banyak auditor percaya bahwa kasus Hochfelder akan banyak meringankan tanggung jawab auditor terhadap gugatan hukum. Akan tetapi kemudian, ada gugatan yang dilancarkan dengan pedoman aturan 10b-5. Standar pengetahuan dan penipuan akan lebih mudah diserang oleh penggugat jika auditor telah mengetahui seluruh fakta yang brhubungan dengan itu, tetapi dia tidak melakukan penilaian yang benar. Dalam hal ini, pengadilan menekankan bahwa kantor auntan telah mengetahui semua yang diperlukan.



Contoh kasus :
Escott v. BarChris Construction Corp. (1968)
Kegiatan usaha utama BarChris Corporation membangun bowling gang. BarChris memiliki dua jenis perjanjian penjualan. Dalam jenis pertama, lorong-lorong bowling dibangun bagi sindikat investasi kecil, yang akan membuat uang muka kecil dan memberikan BarChris catatan untuk jumlah yang tersisa, yang jatuh tempo selama beberapa tahun. Dalam kedua jenis transaksi penjualan, perusahaan mengadakan perjanjian penjualan dan penyewaan kembali dengan perusahaan pembiayaan. Kedua jenis transaksi mengakibatkan kebutuhan konstan untuk pembiayaan eksternal. Pada tahun 1961 perusahaan mengajukan pernyataan pendaftaran untuk menerbitkan obligasi. Tak lama kemudian, pasar konstruksi bowling gang kering, dan bulan Oktober 1962 BarChris mengajukan perlindungan kebangkrutan.
Para pembeli obligasi mengajukan gugatan terhadap auditor BarChris's, Peat Marwick Mitchell & Company, yang telah mengaudit laporan keuangan untuk BarChris 1960 1958 melalui yang terkandung dalam laporan pendaftaran S-1. Gambut Marwick juga melakukan S-1 review terhadap laporan keuangan tidak diaudit untuk kuartal pertama 1961. Dalam mencari auditor bertanggung jawab, pengadilan berkomentar bahwa auditor dapat menghindari kewajiban di bawah Pasal 11 jika dia bisa membuktikan "due diligence," itu adalah, bahwa investigasi yang wajar dilakukan sedemikian rupa sehingga ada alasan yang cukup untuk percaya bahwa pernyataan pendaftaran itu benar dan tidak ada kelalaian fakta material. Hakim mengkritik tugas perusahaan auditor senior, yang bukan BPA pada saat itu, tidak punya pengalaman industri bowling sebelumnya, dan baru saja dipromosikan menjadi senior. Hakim memutuskan bahwa program audit digunakan untuk meninjau due S-1 karena telah sesuai dengan GaAs tetapi kinerja senior dari prosedur audit yang belum memuaskan. Para senior telah mencurahkan sekitar 20 jam dengan peninjauan S-1, dan ia telah menerima manajemen jawaban atas pertanyaan tanpa memverifikasi mereka.
Sebagai hasil dari kasus ini, profesi menerbitkan standar lebih definitif tentang kejadian setelah meninjau.
b. Kewajiban pidana
Ada kemuingkinan bahwa akutan publik dipersalahkan karena tindakan kriminil menurut hukum federal ataupun Negara bagian. Undang-undang yang mungkin digunakan menurut hukum negara bagian adalah Uniform Securities Act, yang mirip dengan sebagian dari peraturan SEC. securities act tahun 1933 dan tahun 1934, dan juga Fedelal Mail Fraud Statute dan Federal False Statemen Statute, merupakan hukum federal yang paling relevan menyangkut auditor. Kesemuanya menyebutkan bahwa menipu orang lain dengan secara sadar seperti terlihat dalam laporan keuangan yang palsu adalah merupakan perbuatan kriminil.
Untunglah, hanya sedikit tindakan kriminil yang melibatkan akuntan publik. Reaksi masyarakat terhadap tindakan kriminil yang berat akan merusak integritas profesi ini. Kemungkinan akan tuduhan kriminil juga bisa mendatangkan efek negative terhadap kemampuan bidangb profesi ini untuk menarik dan membina hubungan dengan orang-orang terkemuka. Segi positifnya, tindakan kriminil akan mendorong auditor agar meningkatkan ketelitian dan kejujuran dalam semua tugas yang dilaksanakannya.
Contoh kasus:
UNITED STATES vs SIMON (1969)-KEWAJIBAN KRIMINIL
Kasus ini merupakan kasus kriminil dimana tiga auditor digugat karena membuat laporan palsu kepada kantor pemerintah dan melanggar Securities Exchange Act tahun 1934. Kantor akuntan public telah dibebaskan oleh pengadilan dari kewajiban sipil dengan membayar lebih dari $2 juta setelah klien auditnya, Continental Vending Corporation menyatakan dirinya pailit.
Masalah utama dar pengadilan adalah pelaporan transaksi-transaksi antara Continental dan perusahaan afiliasinya, Valley Commercial Corporation. Tokoh utama dalam kasus ini adalah Harold Roth, yang menjabat sebagai presiden direktur di Continental, sekaligus menguasaia kegiatan harian dari Valley, dan memiliki kira-kira 25% saham dari kedua perusahaan itu. Perlu dicatat bahwa Roth pernah menjalani hukuman penjara dan tidak begitu disenangi dalam loingkungan usaha. Valley yang operasinya dijalankan oleh Roth dari kantornya di Continental, meminjamkan uang dengan bunga kepada continental dan pihak lain dalam usaha mesin eceran (vending machine). Biasanya continental mengeluarkan wesel kepada Valley, yang menandtanganbinya sebelum ditulid jumlahnya dsn menggunaknnya sebagai jaminan agunan untuk memperoleh dua paket kredit masing-masing sebesar satu juta dolar. Jumlah uaang yang sudh didiskonto kemudian di transfer kepada continental. Transaksi-transaki ini menimbulkan apa yang dinamakan “hutang valley” yang timbul akibat pinjaman continental kepada valley. Kesemuanya ini akibat dari tindakan Roth yang menggunakan Continental dan Valley sebagai sumber dana untuk membiayai transaksi-transaksinya di bursa saham. Pada akhir tahun fiskal 1962, jumlah hutang valley mencapai $3,5 juta, dan pada tanggal 15 Februari 1963 yaitu tanggal pengesahan laporan audit, jumlah itu telah naik menjadi $3,9 juta. Menurut peraturan akuntansi yang ada jumlh hutang Valley tidak boleh diimbangi dengan piutang valley.
Sebelum audit seleai, auditor telah mengetahui bahwa Valley tidak sanggup melunasi hutangnya, dank arena itu berusaha mengatur agar jaminan dapat ditransfer. Roth dan anggota keluargnya mentransfer modal mereka daalm surat berrga tertentu kepasa Arthur Field, penasihat Continental, sebagai wali yang menjamin hutang Roth kepada Valley dan hutang Valley kepada Continental.
Pemerintah berpendirian bahwa catatan ini tidak memenuhi syarat dan sehrusnya telah diketahui bahwa piutang Valley tidak dapat tertagih pada tanggal 30 september 1962, karena valley meminjamkan jumlah uangyang kir-kira sama kepada Roth, yang tidsk mampu membayar kembali. Catatan jug seharusnya menyatakan bahwa kira-kira 80% dari saham yang telah di serahkan oleh Roth adalah saham dan obligasi dari Continental Vending. Para penggugat memanggil delapan aluntan independen sebagi saksi. Mereka secara umum menyatakan bahwa, dengan perkeculian kekeliruan mengengenai “Netting “ (penutupan hutang dengan piutang), perlakuan piutang Valley dalam catatan 2 sama sekali tidak menyipang dri prinsip akuntansi yang berlku atau norma pemeriksaan akuntan. Khususnya mereka membri kesaksian bahwa baik prinsip baik prinsip akuntansi yang berlaku naupun norma pemeriksaan akuntan tidk memerlukan pengunkapan yang terinci mengenai jaminan atau kenaikn piutang setelah tanggal penutupan dari neraca, meskkipun tiga dri delapan akuntanmenyatakan bahwa demi untuk kejelsan sebaiknya komposisi dari jaminan sebaiknya diungkapkan. Para sakasi juga member kesaksian bahwa pengungkapan pinjaman Roth dari Valley tidak diperlukn dan tujuh orang dari kedelapan akuntan memberikan pendapat bahwa pengungkapan semacam itu tidak layak.
Para tergugat mint dibuatkan dua instruksi yang pokoknya, memberitahuakan hakim bahwa seorang tergugat hanya dapat dinyatakan bersalah jiga merurut prinsip kuntansi yang berlaku laporan secra keseluruhan tidak memberikan gambarab yang wajar mengenai kondisi keuangan continental pada tanggal 30 Septmber 1962, dan jikapenyipangan dari noma pemeriksaan akuntan adalah sengaja tidak mengindahkan standar padahal dia sendiri mengetahui bahwa laporan itu palsu dan ada maksud untuk menipu.
Hakim menolak memberikann instruksi inidan sebaliknya mengatakan bahwa yang dinggap kritis justru apakah laporn disajikan dengan wajar dn jika tidak apakah tergugat telah berbuat dengan jujur. Bukti ketaatan dengan norma pemeriksaan akuntan adalah “bukti yang mungkin meyakinkan, tetapi tidak menunjukkan bahwa dia telah berbuat dengan ketulusan hati dan bahwa fakta-fakta yang dicantumkan tidak keliru atau menyesatkan”.
Pengadilan banding memperkuat keputusan terhadap tiga auditor dengan memberikan komentar bahwa meskiipun tanpa menunjukan motif yang jelas “ pemerintah mendapatkan bukti cukup” akan adanya niat jahat. Tugs pengadilan bukan membuktikan bahwa tertuduh adalah orang jahat… tetapi bahwa mereka telah mengesahkan laporan yang telah mereka ketahui sebagai palsu.”
Akibatnya terhadap ketiga orang itu cukup berat jumlah dendanya sebesar $17.000, tetapi yang lebih penting lagi mereka kehilangan izin praktek akuntansi mereka menurut aturan 501 dari Code of Profesional Ethics (Perbuatan-Perbuatan yag mendatangkan aib (dan dipaksa untuk men gakhiri profesi mereka. Mereka kemudian mendapat pengampunan dari presiden Nixon.
Ada beberapa pelajaran penting dari kasus ini:
• Penyelidikan mengenai integritas perusahaan adalah bagian penting yang perlu dijalankan dalam memutuskan apakah seorang klien dapat diterima dan sampai mana dan lingkupan pekerjaan yang akan dijalabnkan
• Auditor dapat dinyatakan bersakah secara kriminil dalam pelaksanaan audit wlaupun latar belakanyanya kelihatanya dapat dipercaya dalam kehidupan pribadi dan pekerjaannya. Kewajiban kriminil bias menyangkut para sekutu dan staff.
• Independensi dalam penampilan dan pengungkapan fakta oleh semua individu dalam melaksanakan tugasnya adalah penting seali, terutama dalam pembelaan yang menyangkut tindakan kriminil.
• Transaksi dengan pihak yang bersangkutan perlu diperiksa secara khusus karena ada kemungkinan laporan palsu.
• Audit untuk semua perusahaan aviliasi utama oleh auditor yang juga mengaudit perusahaan induk mungkin dibutuuhkan agar dapat dibuat audit yang memadai.
• Prinsip akuntansi yang berlaku tidak dapat dijadikan pedoman begitu saja khususnya dalam memutuskan apakah laporan keuangan dibuat dengan benar. Materi dari laporan dengan mempertimbangkan seluruh fakta, dibutuhkan persyaratan “priverability” SEC sekarang memberikan pedoman dalam mmilih prinsip-prinsip akuntansi.


c. Sanksi-sanksi SEC
Berkaitan dengan tanggung jawab auditor adalah wewenang SEC untuk menjatuhkan sanksi, SEC mempunyai wewenang dalam situasi-situasi tertentu untuk menjatuhkan sanksi atau melarang auditor untuk mengaudit perusahaan-perusahaan yang menjadi anggota SEC. Peraturan 2 (e) dari Peraturan Praktik SEC berbunyi :
Komisi dapat mencabut untuk sementara atau selamanya, hak untuk tampil atau berpraktik dengan cara apapun juga dari setiap orang yang di dapati oleh komisi : (1) tidak memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk mewakili orang lain, atau (2) kurang memiliki karakter yang baik atau integitas (kejujuran) atau telah melakukan perbuatan yang tidak etis atau tidak layak.

SEC selama ini jarang mencabut izin, walaupun untuk sementara, untuk mengaudit klien SEC. suatu pendekatan yang lebih umum adalah melarang kantor akuntan publik menerima klien SEC baru untuk suatu masa, misalnya enam bulan. Kadang-kadang SEC meminta agar suatu kantor akuntan publik yang cukup besar diperiksa oleh kantor akuntan lain. Kadang-kadang juga, pihak perusahaan diminta untuk mengambil bagian dalam program pendidikan yang berkesinambungan dan membuat perubahan-perubahan dalam cara kerja. Sanksi semacam ini diterbitkan oleh SEC dan sering dilaporkan dalam media usaha, sehingga cukup mempermalukan kantor akuntan publik.
Ada tindakan kongres yang cukup penting, yang menyangkut kantor akuntan publik dank lien mereka yaitu disahkannya Foreign Corrupt Practices Act tahun 1977. Undang-undang ini melarang pemberian uang suap kepada pejabat di luar negeri untuk mendapatkan penggaruh dan mendapatkan atau mempertahankan hubungan usaha. Larangan pembayaran terhadap pejabat luar negeri ini berlaku terhadap semua perusahaan AS di dalam negeri, tidak memandang apakah perusahaan itu perusahaan pemerintah atau bukan, dan bagi seluruh perusahaan asing yang terdaftar pada SEC.
Selain dari peraturan suap yang menyangkut perusahaan go publik, peraturan baru ini mewajibkan anggota yang terdaftar pada SEC menurut Securities Exchange Act tahun 1934 untuk memenuhi persyaratan tambahan. Termasuk di dalamnya adalah membuat dan mempertahankan pencatatan yang lengkap dan akurat serta system pengendalian internal yang memadai untuk mencegah penyuapan. Peraturan ini menyangkut semua perusahaan yang terdapat pada SEC, tetapi pertanyaan yang belum terjawab terhadap profesi ini sampai sekarang adalah bagaimana pengaruhnya terhadap auditor.
Peraturan ini dapat mempengaruhi auditor dalam hal tanggung jawabnya dalam memeriksa dan mengevaluasi system pengendalian internal sebagai bagian dari pelaksanaan audit. Kebanyakan auditor percaya bahwa mereka tidak diharuskan melakukan evaluasi terhadap pengendalian internal secara menyeluruh untuk menilai apakah klien mereka telah memenuhi persyaratan dari Foreign Corrupt Practices Act ini.
Sampai saat ini belum ada kasus hukum yang melibatkan tanggung jawab hukum dari auditor menurut Foreign Corrupt Practices Act. Tetapi masih ada perselisihan mengenai tanggung jawab auditor menurut ketetapan itu. Mungkin masih ada serangkaian diskusi dan kasus hukum untuk memecahkan masalah ini.







D. TANGGUNG JAWAB ATAS KERAHASIAAN (RESPONSIBILITY OF CONFIDENTIALY
Kasus pada awal tahun 80-an yang menyangkut tanggung jawab kantor akuntan untuk memberitahu klien mereka jika ada informasi yang biasanya dianggap rahasia menurut peraturan perilaku. kasus ini adalah Consolidata Servises, Inc.
Contoh kasus :
CONSOLIDATA SERVICES, Inc. vs Alexander Grant & Company
Consolidata Services, Inc adalah perusahaan pelayanan gaji yang menyiapkan cek gaji dan membagikan uang gaji kepada klien, karyawan dan pembayaran pajak. Hubungan kantor akuntan dan Consolidata hanya meliputi pengurusan pajak dan tidak mencakup auditing atau akuntansi . disamping itu kantor akuntan merekomendasikan pelayanan gaji kepada para kliennya, dan konsolidata sebaiknya juga berbuat yang sama, merekomendasikan kantor akuntan itu kepada para kliennya.
Dalam suatu rapat-rapat antara wakil-wakil kantor akuntan dan konsolidata, diputuskan bahwa konsolidata ternyata insolven. Setelah diadakabn diskusi dengen penasihat hukumnya, kantor akuntan meminta agar Consolidata memberitahukan para kliennya mengenai hal itu tetapi manajemennya menolak. Direkturnya kemudian memberitahukan para klien mengenai keadaan Consolidata. Consolidata meminta agar antor akuntan menunggu sepuluh hari agar Consolidata dapat meminjam uang agar dapat meminjam uang untuk menolong masalah solvensinya itu.
Para sekutu kantor akuntan memutuskan untuk memanggil kedua belas klien yang memanfaatkan jasa gaji consolidate dan memberitahukan mereka agar tidak mengirimkan uang lagi. Tidak seorangpun yang memberitahukan klien Consolidata lainnya yang berjumlah dua puluh empat.
Klien menggugat atas dasar kelalaian dsan pelanggaran kontrak karena tidak mengindahkan sesuatu yang ditrahassiakan. Pengadilan memenangkan Consolidata Services, Inc., dengan gati rugi sebesar $ 1,3 juta.


E. TANGGAPAN PROFESI TERHADAP KEWAJIBAN HUKUM
Ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh AICPA dan profesi secara keseluruhan untuk mengurangi risiko terkena sanksi hukum, antara lain :
1. Penelitian dalam auditing
Penelitian yang dilakukan secara berkesinambungan adalah penting untuk menemukan cara-cara yang lebih baik dalam melakukan pekerjaan seperti mengungkapkan laporan yang keliru atau penipuan oleh manajemen atau karyawan yang tidak disengaja, menyampaikan hasil audit kepada pemakai laporan, dan meyakinkan bahwa auditor independen
2. Penetapan standar dan aturan
AICPA harus secara terus menerus menetapkan standard an menyesuaikannya agar sejalan dengan kebutuhan auditing yang selalu berubah-ubah. Pernyataan-pernyataan baru dalam standar auditing, revisi kode etik jabatan, dan pernyataan lain harus disiarkan, sejalan dengan perubahan kebutuhan masyarakat dan timbulnya teknologi baru dari pengamanan dan penyelidikan.
3. Menetapkan persyaratan untuk melindungi auditor
AICPA dapat membantu anggotanya dengan menetapkan persyaratan yang telah diikuti oleh anggota-anggotanya yang terkemuka. Tentu saja persyaratan ini tidak boleh bertentangan dengan usaha untuk memenuhi kebutuhan klien.
4. Menetapkan persyaratan penilikan horizontal
Pemeriksaan berkala terhadap cara kerja dan prosedur perusahaan merupakan satu cara untuk mendidik anggota dan mengidentifikasi kantor akuntan yang tidak memenuhi standar profesi.
5. Melawan gugatan hukum
Adalah penting bagi kantor akuntan untuk terus melawan gugatan-gugatan yang kurang berdasar, meskipun dalam jangka pendek, biaya untuk memenangkan perkara lebih besar daripada biaya untuk menyelesaikan perkara.



6. Pendidikan bagi pemakai laporan
Perlu untuk mendidik investor dan orang lain yang menggunakan laporan keuangan mengenai maksud dari opini auditor dan wawasan serta sifat dari pekerjaan auditor.
7. Mengenakan sanksi terhadap anggota karena ulah dan hasil kerja yang tak layak
AICPA telah mencatat kemajuan dalam menangani masalah hasil kerja akuntan yang kurang layak, tetapi masih diperlukan pemeriksaan ulang yang lebih teliti terhadap kegagalan yang telah disebutkan.
8. Perundingan untuk perubahan hukum
Tujuan peundingan ini adalah untuk mengurangi biaya kewajiban sebagai sarana untuk mengurangi biaya asuransi kewajiban yang dibebankan kepada konsumen melalui kenaikan harga.

F. TANGGAPAN AKUNTAN PERORANGAN
Seorang auditor yang berpraktek dapat pula mengambil langkah tertentu untuk meringankan kewajibannya. Beberapa langkah yang dapat diambil sebagai berikut :
1. Hanya berurusan dengan klien yang memiliki integritas
Terdapat kemungkinan besar mendapatkan masalah hukum jika seorang klien kurang dapat dipercaya dalam berurusan dengan para pelanggannya, karyawannya, badan pemerintah atau lainnya. Suatu kantor akuntan membutuhkan serangkaian prosedur untuk menilai integritas klien dan harus langsung menarik diri apabila klien tersebut ternyata kurang dapat dipercaya.
2. Memperkerjakan staff yang kompeten dan melatih serta mengawasi mereka dengan baik
Sebagian audit biasanya dikerjakan dengan tenaga muda yang belum begitu berpengalaman. Mengingat risiko yang tinggi, yang dihadapi kantor akuntan dalam mengerjakan audit, adalah penting jika tenaga-tenaga muda ini harus kompeten dan dilatih dengan baik. Juga diperlukan pengawasan atas pekerjaan mereka oleh ahli yang berpengalaman dan benar-benar kompeten.
3. Mengikuti standar profesi
Suatu perusahaan harus menjalankan prosedur tertentu untuk meyakinkan bahwa seluruh personel perusahaan memahami dan mengikuti SAS, opini FASB, peraturan perilaku, dan pedoman-pedoman kerja lainnya.
4. Mempertahankan independensi
Independensi memiliki arti yang lebih luas dari sekedar menyangkut keuangan. Kenyataannya independensi membutuhkan suatu sikap tanggung jawab yang terpisah dari kepentingan kliennya. Banyak masalah hukum yang timbul karena mengalahnya auditor terhadap pernyataan atau tekanan klien. Auditor harus mempertahankan sikap skeptis yang sehat.
5. Memahami usaha klien
Kurangnya pemahaman terhadap cara kerja industry dan operasi klien sering kali menjadi factor kegagalan auditor untuk mengungkapkan kesalahan dalam banyak kasus. Adalah penting bahwa tim audit dididik dalam bidang ini.

6. Melaksanakan audit yang bermutu
Audit yang bermutu menuntut persyaratan bahwa bukti yang memadai diperoleh dan penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan atas bukti tersebut dibuat. Auditing yang baik akan mengurangi kemungkinan laporan yang salah dan gugatan hukum.
7. Mendokumentasikan semua pekerjaan dengan seksama
Mempersiapkan kertas kerja secara seksama akan membantu dalam mengorganisasi dan melakukan audit yang bermutu. Kertas kerja yang rapi adalah penting sekali dan sangat diperlukan pada saat seorang auditor harus menghadapi perkara audit di pengadilan.
8. Mendapatkan surat penugasan dan surat representasi
Kedua surat ini sangat diperlukan dalam memperjelas kewajiban-kewajiban klien dan auditor. Kedua surat ini terutama sekali bermanfaat dalam perkara hukum antara klien dan auditor, dan juga dalam perkara-perkara yang menyangkut pihak ketiga.
9. Mempertahankan hubungan yang bersifat rahasia
Auditor terikat kepada aturan etik dan kadang-kadang aturan hukum untuk tidak mengungkapkan masalah klien kepada orang luar.
10. Perlunya asuransi
Penting bagi kantor akuntan untuk memiliki perlindungan asuransi dalam hal gugatan hukum. Meskipun tingkat asuransi telah naik dalam beberapa tahun ini sebagai akibat banyaknya gugatan, asuransi kewajiban auditor masih dapat dimanfaatkan oleh semua kantor akuntan.
11. Mencari bantuan hukum
Jika masalah serius timbul dalam suatu audit, kantor akuntan sebaiknya menghubungi seorang ahli hukum. Jika timbul gugatan hukum, auditor harus segera mendapatkan seorang pengacara yang berpengalaman.

G. KEWAJIBAN HUKUM AUDITOR DI INDONESIA
Regulasi yang diterapkan terhadap auditor Indonesia saat ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Regulasi oleh Pemerintah, antara lain:
• Gelar Akuntan (UU Nomor 34 Tahun 1954)
• Penyelenggaraan Pendidikan Profesi (Kepmen Nomor 179/U/2001)
• Register Negara (Kepmen Nomor 331/KMK/017/1999)
• Pemberian Jasa (Kepmen Nomor 426/KMK.06/2002 dan Nomor 359/KMK.06/2003)
• Undang_Undang Akuntan Publik (rancangan)
• Regulasi oleh Badan Pemerintah lainnya, seperti otoritas pasar modal, Bank Sentral dan lain-lain.

2. Regulasi oleh Organisasi Profesi Akuntan, antara lain:
• Standar Akuntansi
• Standar Audit
• Kode Etik Profesi

Dari teori etika, profesi pemeriksa (auditor) diatur dalam sebuah aturan yang disebut sebagai kode etik profesi akuntan. Dalam kode etik profesi akuntan ini diatur berbagai masalah, baik masalah prinsip yang harus melekat pada diri auditor, maupun standar teknis pemeriksaan yang juga diikuti oleh auditor, juga bagaimana ketiga pihak melakukan komunikasi atau interaksi.
Dinyatakan dalam kode etik yang berkaitan dengan masalah prinsip bahwa auditor harus menjaga, menjunjung dan menjalankan nilai-nilai kebenaran dan moralitas, seperti bertanggung jawab (responsibility), berintegritas (integrity), bertindak secara objektif (objectivity) dan menjaga indenpendensinya terhadap kepentingan berbagai pihak (independence), dan hati-hati dalam menjalankan profesi (due care).
Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat dua menyatakan bahwa setiap anggota harus mempertahankan integritas, objektivitas dan independensi dalam menjalankan tugasnya. Seorang auditor yang mempertahankan integritas, akan bertindak jujur dan tegas dalam mempertimbangkan fakta, terlepas dari kepentingan pribadi.
Etika auditor yang dalam SPAP (1994) yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) disebut sebagai norma akuntan menjadi patokan resmi para auditor Indonesia dalam berpraktek. Norma-norma dalam SPAP tersebut yang menjadi acuan dalam penentuan tiga standar utama dalam pekerjaan auditor, antara lain:
1. Auditor harus memiliki keahlian teknis, independen dalam sikap mental serta kemahiran professional dengan cermat dan seksama.
2. Auditor wajib menemukan ketidakberesan, kecurangan, manipulasi dalam pengauditan.
Hal yang paling ditekankan dalam SPAP adalah betapa esensialnya kepentingan publik yang harus dilindungi serta sifat independensi dan kejujuran seorang auditor dalam berprofesi. Namun sulit untuk menentukan fungsi dan etika pengauditan yang secara teknik dapat mendeteksi jika ada penyelewengan pada sistem pemerintahan baik untuk penyusunan anggaran maupun aktivitas keuangan lainnya. Pengawasan kepatuhan dan penilaian pelaksanaan kode etik serta SPAP oleh akuntan publik dilaksanakan oleh Badan Pengawas Profesi ditingkat Kompartemen Akuntan Publik dan Dewan Pertimbangan Profesi di tingkat IAI.
IAI mempunyai tugas dan kewajiban terhadap anggotanya yang terlibat dalam proses pemeriksaan akuntan (auditing) agar tetap menjunjung tinggi profesionalisme mereka. Tuntutan profesionalisme bagi auditor antara lain:
1. Meningkatkan dan mengembangkan ilmu dan seni akuntansi
2. Menjaga kepercayaan publik kepada profesi
3. Mengadakan dan menjalankan setiap program dan kegiatan profesi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas jasa yang diberikan profesi
Sebagai organisasi profesional di samping harus mampu membina anggotanya, IAI harus mampu mengawasi dan menindak anggotanya yang melanggar kode etik profesi. Kewajiban lain yang harus dipikul IAI agar dapat menjadi salah satu “pillars of integrity” adalah menjadi salah satu agen yang mempromosikan good governance. Promosi ini dilakukan pada dasarnya untuk “menyuarakan” adanya keterbukaan dan akuntabilitas dalam berbagai aktivitas masyarakat. Peran lain yang dapat IAI ambil untuk mendukung gerakan anti korupsi yang merupakan salah satu elemen gerakan untuk menciptakan good governance adalah dengan memberikan dukungan teknis kepada lembaga atau gerakan anti korupsi.

Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik
PASAL 28
1. Akuntan Publik wajib mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang diselenggarakan yang diakui oleh IAI dan atau Direktur Jenderal dengan jumlah Satuan Kredit PPL (SKP) sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) SKP setiap tahun.
2. Akuntan Publik yang dalam waktu 1 tahun melakukan audit umum atas laporan keuangan, wajib mengikuti PPL di bidang auditing dan akuntansi sekurang-kurangnya sebanyak 15 (lima belas) SKP pada tahun berikutnya, yang merupakan bagian dari jumlah SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: 359/KMK.06/2003 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik
PASAL I: Pasal 26
Akuntan Publik dilarang merangkap sebagai pejabat negara, pimpinan atau pegawai pada instansi pemerintah, BUMN atau daerah atau swasta, atau badan hukum lainnya.
PASAL II
1. KAP yang memberikan jasa audit umum untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut atau lebih atas laporan keuangan dari suatu entitas pada saat berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, dapat melaksanakan audit umum atas laporan keuangan suatu entitas tersebut sampai dengan tahun buku 2003.
2. Akuntan Publik yang memberikan jasa audit umum untuk 3 (tiga) tahun buku beturut-turut atau lebih atas laporan keuangan dari suatu entitas pada saat berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, dapat melaksanakan audit umum atas laporan keuangan suatu entitas tersebut sampai tahun buku 2003.

Pembatasan dan rotasi terhadap akuntan publik diatur dalam pasal 6 ayat 4, yang berbunyi: “Pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh KAP paling lama untuk lima tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan public paling lama tiga tahun berturut-turut.”
Beberapa perubahan penting dalam Kepmenkeu itu diatur dalam pasal 6, yang semula empat ayat ditambah menjadi tujuh ayat. Adapun tiga ayat tambahan tersebut adalah:
1. Dalam hal KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari satu entitas melakukan perubahan komposisi akuntan publiknya maka terhadap KAP tersebut tetap diberlakukan ketentuan ayat 4.
2. Dalam hal KAP melakukan perubahan komposisi akuntan public yang mengakibatkan jumlah akuntan publiknya 50% atau lebih berasal dari KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas maka terhadap KAP itu diberlakukan sebagai kelanjutan KAP atas akuntan public yang bersangkutan dan tetap diberlakukan pembatasan penyelenggaraan audit umum atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud ayat 4.
3. Dalam hal pendirian atau perubahan nama KAP yang komposisi akuntan publiknya 50% atau lebih berasal dari KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas maka terhadap KAP tersebut diberlakukan sebagai kelanjutan KAP asal akuntan public yang bersangkutan dan tetap diberlakukan pembatasan penyelenggaraan audit umum atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 4.





















KESIMPULAN

Dalam tahun-tahun belakangan ini profesi auditing telah mendapat banyak serangan, tidak hanya di pengadilan, tetapi juga di SEC dan pertemuan-pertumuan serta laporan-laporan komisi. Permenitaan akan penyempurnaan peraturan dan tanggung jawab hukum yang lebih besar bermunculan. Profesi ini berjuang untuk menanggapi tekanan-tekanan ini secara konstruktif.
Penetapan terhadap sejauh mana auditor harus bertanggung jawab atas kebenaran laporan keuangan merupakan hal yang relevan terhadap profesi terhadap masyarat jelas bahwa adanya tanggung jawab hukum menunjukkan peringatan terhadap cara kerja yang serampangan atau bahkan kecurangan dari beberapa auditor.
Kantor akuntan yang dapat diandalkan tidak menginginkan dihapusnya tanggung jawab hukum terhadap hasil kerja yang menyesatkan atau kurang layak. Tentunya, para akuntan menghendaki agar hasil kerjanya terus mendapat kepercayaan dari masyarakat.
Akan tetapi, adalah tidak adil untuk menganggap bahwa auditor harus bertanggung jawab secara hukum atas segala kekeliruan dalam laporan keuangan. Auditor tidak dapat bertindak sebagai penjamin ketepatan laporan keuangan atau solvabilitas perusahaan. Biaya audit yang diperlukan untuk mencapai tingkatan jaminan yang setinggi itu akan melebihi manfaat yang bisa didapat. Lagipula, meskipun biaya auditnya tinggi, usaha-usaha penipuan yang direncanakan dengan rapi tidak akan terungkap begitu saja, demikian pula dengan kekeliruan dalam penilaian.
Adalah perlu bagi profesi dan masyarakat untuk menetapkan keseimbangan yang pantas antara tingkat tanggung jawab yang harus dipikul auditor dalam memberikan laporannya dan biaya audit yang harus ditanggung oleh masyarakat. Kantor akuntan, DPR, SEC, dan pengadilan semuanya mempunyai andil dalam mencapai penyelesaian akhir.




DAFTAR PUSTAKA

Boynton, William. 2005. Modern Auditing 11th Edition. Jakarta : Salemba Empat.
Anderson, John C. 1997. The Mitigation of Hindsight Bias in Judges' Evaluation of Auditor Decision. Auditing: A Joumal of Practice & Theory Vol, 16, No. 2 Fall 1997.

Gulati, G. Mitu. 2005. Fraud By Hindsight. Cornell Law Faculty Publications.

Ivanov, Asen. 2007. Hindsight, Foresight, and Insight: An Experimental Study of a Small-Market Investment Game with Common and Private Values. American Economic Review.

Cornell, Robert M. 2004. Remedial Tactics in Auditor Negligence Litigation. School of Accounting and Information Systems David Eccles School of Business University of Utah.

Pacini, C., M. Martin, L. Hamilton. 2000. At the interface of law and accounting: An examination of a trend toward a reduction in the scope of auditor liability to third parties in the common law countries. American Business Law Journal, 37:171.

Category: | 0 Comments

MAKALAH
“AUDITING (AUDIT QUALITY)”

Ditujukan untuk Mata Kuliah Seminar Akuntansi













Disusun oleh:
1. ARININDYA BIRUL N C1C006131
2. RIDHO LAZUARDI C1C006144
3. ELLYZA HERDIYANA C1H008052





DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS EKONOMI
PURWOKERTO
2010
BAB I
PENDAHULUAN

Pada era globalisasi saat ini banyak sekali terjadi kasus-kasus hukum yang melibatkan manipulasi akuntansi. Skandal manipulasi akuntansi ini melibatkan sejumlah perusahaan besar di Amerika seperti Enron, Tyco, Global Crossing, dan Worldcom maupun beberapa perusahaan besar di Indonesia seperti Kimia Farma dan Bank Lippo yang dahulunya mempunyai kualitas audit yang tinggi. Kasus seperti ini melibatkan banyak pihak dan berdampak cukup luas. Keterlibatan CEO, komisaris, komite audit, internal auditor, sampai kepada eksternal auditor salah satunya dialami oleh Enron, cukup membuktikan bahwa kecurangan banyak dilakukan oleh orang-orang dalam. Terungkapnya skandal-skandal sejenis ini menyebabkan merosotnya kepercayaan masyarakat khususnya masyarakat keuangan, yang salah satunya ditandai dengan turunnya harga saham secara drastis dari perusahaan yang terkena kasus.
Selain dari pihak perusahaan, external auditor juga harus turut bertanggung jawab terhadap merebaknya kasus-kasus manipulasi akuntansi seperti ini. Posisi akuntan publik sebagai pihak independen yang memberikan opini kewajaran terhadap laporan keuangan serta profesi auditor yang merupakan profesi kepercayaan masyarakat juga mulai banyak dipertanyakan apalagi setelah didukung oleh bukti semakin meningkatnya tuntutan hukum terhadap kantor akuntan. Padahal profesi akuntan mempunyai peranan penting dalam penyediaan informasi keuangan yang handal bagi pemerintah, investor, kreditor, pemegang saham, karyawan, debitur, juga bagi masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Dalam melaksanakan tugasnya, auditor memerlukan kepercayaan terhadap kualitas jasa yang diberikan pada pengguna. Penting bagi pemakai laporan keuangan untuk memandang Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai pihak yang independen dan kompeten, karena akan mempengaruhi berharga atau tidaknya jasa yang telah diberikan oleh KAP kepada pemakai. Jika pemakai merasa KAP memberikan jasa yang berguna dan berharga, maka nilai audit atau kualitas audit juga meningkat, sehingga KAP dituntut untuk bertindak dengan profesionalisme tinggi.

BAB II
ISI

AUDITING DAN AKUNTAN PUBLIK

“Auditing is an examination of a company’s financial statements by a firm of independent public accountants. The audit consists of a searching investigation of the accounting records and other evidence supporting those financial statements. By obtaining an understanding of the company’s internal control, and by inspecting documents, observing of assets, making inquiries within and outside the company, and performing other auditing procedures, the auditors will gather the evidence necessary to determine whether the financial statements provide a fair and reasonably complete picture of the company’s financial position and its activities during the period being audited.” (Whittington, et.al. dalam Agoes, 2001)
Adapun unsur-unsur dari auditing itu sendiri jika ditarik dari beberapa pengertian di atas adalah:
1. Berupa laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya.
2. Pemeriksaan dilakukan secara kritis dan sistematis.
3. Pemeriksaan dilakukan oleh pihak yang independen, yaitu akuntan publik.
4. Tujuan dari pemeriksaan akuntan adalah untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa.
Menurut Mulyadi sebagaimana dikutip oleh Lina (2000), pengertian akuntan publik adalah:
“Akuntan Profesional yang jasanya kepada masyarakat, terutama dalam bidang pemeriksaan terhadap laporan keuangan, yang dibuat oleh kliennya dan juga yang menjual jasa sebagai konsultasi pajak, konsultasi di bidang manajemen, penyusunan sistem akuntansi serta penyusunan laporan keuangan.”

SISTEM PENGENDALIAN MUTU KAP

Sistem pengendalian mutu suatu KAP menetapkan sembilan unsur kendali mutu yang harus dipenuhi oleh kantor akuntan dalam melakukan profesinya, yaitu:

1. Independensi
Independensi merupakan kebijakan yang menetapkan bahwa kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak bahwa para auditor, pada semua tingkatan atau jenjang, mempertahankan independensi sesuai dengan yang ditetapkan dalam Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP).
2. Penugasan para auditor
Kebijakan ini ditetapkan agar kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak bahwa pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh para auditor yang telah mendapat latihan teknis dan keterampilan yang memadai yang sesuai dengan penugasan.
3. Konsultasi
Ditetapkan dengan maksud agar kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak bahwa auditor pada kantor akuntan publik akan meminta bantuan sepanjang diperlukan dari orang yang mempunyai pertimbangan yang lebih matang ataupun otoritas.
4. Supervisi
Kebijakan dan prosedur dalam melaksanakan supervisi atas semua pekerjaan pada jenjang organisasi harus ditetapkan agar kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak bahwa pekerjaan yang dilaksanakan memenuhi norma pegendalian mutu yang ditentukan. Luas supervisi dan penelaahan yang tepat untuk suatu keadaan tergantung pada banyak faktor, termasuk kerumitan masalah yang dihadapi, kualifikasi auditor yang ditugasi, serta tersedia tidaknya dan dimanfaatkan tidaknya tenaga yang dapat memberikan konsultasi.
5. Pengangkatan auditor
Hal ini harus ditetapkan agar kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak bahwa auditor yang diangkat memiliki karakter yang sesuai sehingga mereka mampu melaksanakan tugas secara kompeten.

6. Pengembangan profesional
Ditetapkan dengan alasan agar kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak bahwa para auditor memiliki pengetahuan yang diperlukan sehingga mereka mampu melaksanakan tugas yang diberikan.
7. Promosi
Ditetapkan dengan alasan agar kantor akuntan publik dapat memperoleh keyakinan yang layak bahwa para auditor yang dipilih untuk dipromosikan telah memiliki kualifikasi yang diperlukan untuk memikul tanggung jawab yang akan diserahkan padanya. Tata cara dalam mempromosikan auditor mempunyai pengaruh besar atas mutu pekerjaan suatu kantor akuntan publik.
8. Penerimaan dan pemeliharaan hubungan dengan klien
Ditetapkan dalam menerima atau memelihara hubungan dengan klien, agar sejauh mungkin dihindarkan terlibatnya nama kantor akuntan tersebut dengan klien yang mempunyai itikad kurang baik.
9. Inspeksi
Ditetapkan agar kantor akuntan publik memperoleh keyakinan yang layak bahwa prosedur yang ada hubungannya dengan unsur pengendalian mutu lainnya telah ditetapkan secara selektif.

Independensi
Independensi merupakan standar umum nomor dua dari tiga standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang menyatakan bahwa dalam semua yang berhubungan dengan perikatan, independensi dan sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
Berdasarkan ketentuan yang dimuat dalam PSA (Pernyataan Standar Audit) No. 04 (SA Seksi 220), standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum, dalam hal ini dibedakan dengan auditor yang berpraktik sebagai auditor intern. Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.
Dalam buku Professional Independence yang diterbitkan oleh The Institute of Chartered Accountants in Australia (1997) dijelaskan bahwa ”Independence is a cornerstone of accountancy professional and one its most precious assets-nevertheless it is difficult to prove and easy to challenge”.
Dalam buku Standar Profesi Akuntan Publik 1999 seksi 220 PSA No.04 Alinea 2, dijelaskan bahwa:
”Independensi itu berarti tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal berpraktik sebagai auditor intern). Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bilamana tidak demikian halnya, bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru paling penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.”

Aspek Independensi
Menurut Taylor (1997), ada dua aspek independensi, yaitu:
1. Independensi sikap mental (independence of mind/independence of mental attitude), independensi sikap mental ditentukan oleh pikiran akuntan publik untuk bertindak dan bersikap independen.
2. Independensi penampilan (image projected to the public/appearance of independence), independensi penampilan ditentukan oleh kesan masyarakat terhadap independensi akuntan publik.
Penelitian ini menguji pengaruh dari independensi terhadap integritas laporan keuangan yang dinyatakan melalui berapa besar fee audit yang dibayarkan klien kepada auditor. Jika KAP menerima fee audit yang tinggi, maka KAP akan menghadapi tekanan ekonomis untuk memberikan opini yang bersih (dalam hal ini wajar tanpa pengecualian) dan dilain sisi juga dalam rangka mempertahankan klien itu sendiri sehingga tidak berpindah pada KAP atau auditor lain (Bamber, 2000)
Pada lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-20/PM/2002 terdapat Peraturan nomor VIII.A.2 yang berisikan tentang independensi akuntan yang memberikan jasa audit di pasar modal. Peraturan tersebut diantaranya membatasi hubungan auditee dan auditor dalam jangka waktu tertentu, yaitu emiten harus mengganti kantor akuntan setiap lima tahun dan setiap tiga tahun untuk auditor. Selain itu, pemberian jasa non audit tertentu, seperti menjadi konsultan pajak, konsultan manajemen, disamping pemberian jasa audit pada seorang klien tidak diperkenankan karena dapat mengganggu independensi auditor.

Kualitas Audit dan Opini Going Concern
Reputasi auditor sering digunakan sebagai proksi dari kualitas audit, namun demikian dalam banyak penelitian kompetensi dan independensi masih jarang digunakan untuk melihat seberapa besar kualitas audit secara aktual (Ruiz Barbadillo et al, 2004). Reputasi auditor didasarkan pada kepercayaan pemakai jasa auditor bahwa auditor memiliki kekuatan monitoring yang secara umum tidak dapat diamati. DeAngelo (1981) menyatakan bahwa auditor skala besar memiliki insentif yang lebih untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi dibandingkan pada auditor skala kecil. Auditor skala besar juga lebih cenderung untuk mengungkapkan masalah -masalah yang ada karena mereka lebih kuat menghadapi risiko proses pengadilan. Argumen tersebut berarti bahwa auditor skala besar memiliki insentif lebih untuk mendeteksi dan melaporkan masalah going concern kliennya.
Mutchler et al. (1997) menemukan bukti univariat bahwa auditor big 6 lebih cenderung menerbitkan opini audit going concern pada perusahaan yang mengalami financial distress dibandingkan auditor non big 6. Auditor skala besar dapat menyediakan kualitas audit yang lebih baik dibanding auditor skala kecil, termasuk dalam mengungkapkan masalah going concern. Semakin besar skala auditor, akan semakin semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern.
Dalam penelitian Crasswell dkk (1995) dalam Setyarno (2006), kualitas auditor diukur dengan menggunakan ukuran auditor specialization. Crasswell menunjukkan bahwa spesialisasi auditor pada bidang tertentu merupakan dimensi lain dari kualitas audit. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa fee audit spesialis lebih tinggi dibandingkan auditor non spesialis. Mayangsari (2003) melakukan penelitian pengaruh spesialisasi industri auditor sebagai proksi lain dari kualitas audit terhadap integritas laporan keuangan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa spesialisasi auditor berpengaruh positif terhadap integritas laporan keuangan
Dalam penelitian-penelitian sebelumnya telah dilakukan pengujian bagaimana hubungan antara perilaku auditor dengan pemberian opini going concern. Altman (1982) dan Chen dan Church (1992) membandingkan tipe opini audit yang dikeluarkan auditor pada perusahaan yang mengalami kebangkrutan dengan menggunakan model prediksi kebangkrutan. Secara umum penelitian-penelitian tersebut menemukan bahwa sebagian dari perusahaan sampel yang diteliti yang mengalami kebangkrutan adalah perusahaan-perusahaan yang mendapatkan opini going concern. Hasil lainnya menyatakan bahwa model prediksi kebangkrutan yang digunakan lebih akurat dibandingkan dengan opini yang diberikan auditor. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa profesi auditor telah gagal melakukan tanggungjawab profesionalnya.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa auditor menawarkan berbagai tingkat kualitas audit untuk merespon adanya variasi permintaan klien terhadap kualitas audit. Penelitian-penelitian sebelumnya membedakan kualitas auditor berdasarkan perbedaan big five dan non big five dan ada juga yang menggunakan spesialisasi industri auditor untuk memberi nilai bagi kualitas audit ini seperti penelitian Mayangsari (2003). Teoh (1993) berargumen bahwa kualitas audit berhubungan positif dengan kualitas earnings, yang diukur dengan Earnings Response Coefficient (ERC). Penelitian kali ini menilai kualitas auditor berdasarkan pengelompokkan auditor big four dengan non big four, dikarenakan salah satu KAP big five yaitu Arthur Andersen telah dinyatakan collapsed.
Teori reputasi memprediksikan adanya hubungan positif antara ukuran KAP dengan kualitas audit (Lennox, 2000). Penelitian DeAngelo (1981) yang dikutip dari penelitian Lennox (2000) mengemukakan bahwa KAP yang besar memiliki insentif yang lebih untuk menghindari hal-hal yang dapat merusak reputasinya dibandingkan dengan KAP yang lebih kecil.
Berdasarkan teori agensi yang mengasumsikan bahwa manusia itu selalu self-interest maka kehadiran pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara prinsipal dan agen sangat diperlukan, dalam hal ini adalah auditor independen. Investor akan lebih cenderung pada data akuntansi yang dihasilkan dari kualitas audit yang tinggi. (Li Dang et al, 2004) O’Keefe (1994) berpendapat bahwa auditor industry specialization berhubungan positif dengan kualitas audit diukur dengan penilaian kepatuhan auditor terhadap GAAS. Auditor yang memiliki banyak klien dalam industri yang sama akan memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang risiko audit khusus yang mewakili industri tersebut, tetapi akan membutuhkan pengembangan keahlian lebih daripada auditor pada umumnya. Tambahan keahlian ini akan menghasilkan return positif dalam fee audit. Sehingga, para peneliti memiliki hipotesis bahwa auditor dengan konsentrasi tinggi dalam industri tertentu akan memberikan kualitas yang lebih tinggi (Deis and Giroux, 1992 dalam Wooten 2003).


Ukuran Kualitas Audit

Ukuran KAP digunakan untuk mengukur proksi kualitas audit. Ukuran KAP dibedakan menjadi dua yaitu untuk KAP big-four dan KAP non big-four. Variabel ini diukur dengan menggunakan variabel dummy dimana angka 1 diberikan jika auditor yang mengaudit perusahaan merupakan auditor dari KAP big four dan 0 jika ternyata perusahaan diaudit oleh KAP non big four.

Adapun KAP big-four per 01 Agustus 2001 adalah:
1. Price Water House Coopers (PWC), dengan partnernya di Indonesia Drs. Hadi Sutanto dan Rekan.
2. Deloitte Touche Tohmatsu, dengan partnernya di Indonesia Hans, Tuanakotta dan Mustofa.
3. Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) International, dengan partnernya di Indonesia yaitu Siddharta, Siddharta, dan Harsono.
4. Ernst and Young (EY), dengan partnernya di Indonesia Hanadi, Sarwoko, dan Sandjaja.


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari beberapa jurnal dan referensi yang kami gunakan dapat disimpulkan bahwa:
1. Kualitas audit yang diukur dengan ukuran KAP tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap integritas laporan keuangan.
2. Kualitas audit yang diproksi dengan auditor industry specialization tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Tetapi, arah koefisiennya menunjukkan arah positif sesuai dengan hipotesis, berarti bahwa auditor spesialis berusaha mempertahankan reputasinya dengan bersikap obyektif terhadap opini yang dikeluarkannya.
3. Kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.

DAFTAR PUSTAKA

Eko Budi Setyarno,dkk,2006. Pengaruh kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan terhadap opini audit going concern. Jurnal SNA IX.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta. Salemba Empat.

I Wayan Suartana, 2007. Upaya meningkatkan kualitas perimbangan audit melalui self review: Kasus going concern perusahaan. Jurnal SNA X.

Kathryn kadous, dkk, 2003. The effect of Quality assesment and directional goal commitment on Auditors’ acceptance of client-preferred accounting methods. Journal of accounting and audit.

Mirna dyah, dkk. 2007. Analisis pengaruh kualitas audit, debt default, dan opini shopping terhadap penerimaan opini going concern. Jurnal SNA X.

Susiana, Arlen herwaty, 2007. Analisis pengaruh independensi, mekanisme corporate governance, dan kualitas audit terhadap integritas laporan keuangan. Jurnal SNA X.

Category: | 0 Comments

TUGAS TERSTRUKTUR
SEMINAR AKUNTANSI
INTERNATIONAL ACCOUNTING
(CONVERGENCE IN IFRS)









Disusun oleh :

1. ROSEVINA C1C005
2. HENDY C1C006
3. ANISA MAFTUKHATUL W C1C006118








DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS EKONOMI
PURWOKERTO
2010
PENDAHULUAN
Indonesia yang tadinya lebih condong ke standar akuntansi keluaran FASB, sejak tahun 1994 sudah mulai melakukan harmonisasi dan lebih mendekatkan diri ke IFRS. Sedianya apabila seluruh negara di dunia ini memakai IFRS, maka semua bisnis di dunia berbicara di dalam bahasa yang sama. Kelak tidak ada lagi kerepotan yang dialami oleh perusahaan multinasional untuk mengkonsolidasi laporan keuangan dari anak-anak perusahaan di negara-negara berbeda. Kelak tidak ada lagi perusahaan yang repot jika harus listing di pasar modal negara lain karena harus menyesuaikan laporan keuangannya dengan standar akuntansi setempat.
International Financial Reporting Standards (IFRS) dijadikan sebagai referensi utama pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia karena IFRS merupakan standar yang sangat kokoh. Penyusunannya didukung oleh para ahli dan dewan konsultatif internasional dari seluruh penjuru dunia. Mereka menyediakan waktu cukup dan didukung dengan masukan literatur dari ratusan orang dari berbagai displin ilmu dan dari berbagai macam jurisdiksi di seluruh dunia.

Tujuan IFRS
Tujuan adalah memastikan bahwa laporan keuangan dan laporan keuangan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksud dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang:
1. Transparan bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan.
2. Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS.
3. Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.


Konvergensi Standar laporan ke Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS)
IFRS (International Financial Reporting Standard) merupakan pedoman penyusunan laporaan keuangan yang diterima secara global. Sejarah terbentuknya pun cukup panjang dari terbentuknya IASC/ IAFC, IASB, hingga menjadi IFRS seperti sekarang ini. Jika sebuah negara menggunakan IFRS, berarti negara tersebut telah mengadopsi sistem pelaporan keuangan yang berlaku secara global sehingga memungkinkan pasar dunia mengerti tentang laporan keuangan perusahaan di negara tersebut berasal.

Indonesia pun akan mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012 nanti, seperti yang dilansir IAI pada peringatan HUT nya yang ke – 51. Dengan mengadopsi penuh IFRS, laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS.
Penerapan International Financial Accounting Standard (IFRS) di Indonesia saat ini masih belum banyak dilakukan oleh kalangan ekomoni di Indonesia. Padahal penerapan IFRS dalam sistem akuntasi perusahaan akan menjadi salah satu tolak ukur yang menunjukkan kesiapan bangsa Indonesia bersaing di era perdagangan bebas.
IFRS saat ini menjadi topik hangat di kalangan ekonomi, khususnya di kalangan akuntan. IAI telah menetapkan tahun 2012 Indonesia sudah mengadopsi penuh IFRS, khusus untuk perbankan diharapkan tahun 2010. Tapi rupanya sampai sekarang masih kalang kabut, padahal Indonesia sudah mengacu pada IFRS ini sejak 1994.
Di indoensia sebenarnya sebagian perusahaan yang sudah mengacu pada IFRS, pengapdosian IFRS mestinya diikuti pula dengan pengapdosian standar pengauditan internasional. Standar pelaporan keuangan perusahaan tidak akan mendapatkan pengakuan tinggi, bila standar yang digunakan untuk pengauditan masih standar lokal.
Penyebab konvergensi standard pelaporan akuntansi ke IFRS
Indonesia telah memiliki sendiri standar akuntansi yang berlaku di Indonesia. Prinsip atau standar akuntansi yang secara umum dipakai di Indonesia tersebut lebih dikenal dengan nama Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). PSAK disusun dan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Ikatan Akuntan Indonesia adalah organisasi profesi akuntan yang ada di Indonesia.
Dari revisi tahun 1994 IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi standar PSAK kepada International Financial Reporting Standard (IFRS). Selanjutnya harmonisasi tersebut diubah menjadi adopsi dan terakhir adopsi tersebut ditujukan dalam bentuk konvergensi terhadap International Financial Reporting Standard. Program konvergensi terhadap IFRS tersebut dilakukan oleh IAI dengan melakukan adopsi penuh terhadap standar internasional (IFRS dan IAS).
Salah satu bentuk revisi standar IAI yang berbentuk adopsi standar international menuju konvergensi dengan IFRS tersebut dilakukan dengan revisi terakhir yang dilakukan pada tahun 2007. Revisi pada tahun 2007 tersebut merupakan bagian dari rencana jangka panjang IAI yaitu menuju konvergensi dengan IFRS sepenuhnya pada tahun 2012.
Skema menuju konvergensi penuh dengan IFRS pada tahun 2012 dapat dijabarkan sebagai berikut:
• Pada akhir 2010 diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam PSAK;
• Tahun 2011 merupakan tahun penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS;
• Tahun 2012 merupakan tahun implementasi dimana PSAK yang berbasis IFRS wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik.
Revisi tahun 2007 yang merupakan bagian dari rencana jangka panjang IAI tersebut menghasilkan revisi 5 PSAK yang merupakan revisi yang ditujukan untuk konvergensi PSAK dan IFRS serta reformat beberapa PSAK lain dan penerbitan PSAK baru. PSAK baru yang diterbitkan oleh IAI tersebut merupakan PSAK yang mengatur mengenai transaksi keuangan dan pencatatannya secara syariah. PSAK yang direvisi dan ditujukan dalam rangka tujuan konvergensi PSAK terhadap IFRS adalah:
1. PSAK 16 tentang Properti Investasi
2. PSAK 16 tentang Aset Tetap
3. PSAK 30 tentang Sewa
4. PSAK 50 tentang Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan
5. PSAK 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran
PSAK-PSAK hasil revisi tahun 2007 tersebut dikumpulkan dalam buku yang disebut dengan Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2008.
Dampak Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) Terhadap Bisnis
“Langkah startegis menuju keseragaman “bahasa” dalam Akuntansi dan pelaporan keuangan di sektor privat ini merupakan agenda utama profesi
Akuntansi secara global. Terciptanya harmonisasi standar Akuntansi global juga menjadi salah satu tujuan dan komitmen kelompok G-20 dalam meningkatkan kerjasama perekonomian dunia”
Dengan adanya standar global tersebut memungkinkan keterbandingan dan pertukaran informasi secara universal. Konvergensi IFRS dapat meningkatkan daya informasi dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia. Adopsi standar internasional juga sangat penting dalam rangka stabilitas perekonomian.
Manfaat diterapkannya IFRS
1. memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan menggunakan SAK yang dikenal secara internasional
2. mengurangi hambatan-hambatan investasi
3. meningkatkan transparansi perusahaan
4. mengurangi biaya yang terkait dengan penyusunan laporan keuangan, dan mengurangi cost of capital
5. konvergensi IFRS akan membuat akses pendanaan internasional menjadi lebih terbuka. Ini sebabkan laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global
6. dengan adanya laporan keuangan yang transparan investor akan percaya sehingga harga saham tidak terdiskon tinggi
7. relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar
8. kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harga fluktuatif
9. smoothing income akan semakin sulit dengan menggunakan balance sheet approach dan fair value.
Strategi adopsi yang dilakukan untuk konvergensi ada dua macam, yaitu :
1. big bang strategy
yaitu mengadopsi IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan-tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara-negara maju.
2. gradual strategy
yaitu bahwa adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini dilakukan oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia.
PSAK akan dikonvergensikan secara penuh dengan IFRS melalui tiga tahap, yaitu tahap adopsi, tahap persiapan akhir, dan tahap implementasi
Tahap adopsi dilakukan pada periode 2008-2011 meliputi aktivitas adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku. Pada 2009 proses adopsi IFRS/IAS mencakup :
1. IFRS 2 Share-based payment
2. IFRS 3 Business combination
3. IFRS 4 Insurance contracts
4. IFRS 5 Non-current assets held for sale and discontinued operations
5. IFRS 6 Exploration for and evaluation of mineral resources
6. IFRS 7 Financial instruments: disclosures
7. IFRS 8 Segment reporting
8. IAS 1 Presentation of financial statements
9. IAS 8 Accounting policies, changes in accounting estimates
10. IAS 12 Income taxes
11. IAS 21 The effects of changes in foreign exchange rates
12. IAS 26 Accounting and reporting by retirement benefit plans
13. IAS 27 Consolidated and separate financial statements
14. IAS 28 Investments in associates
15. IAS 31 Interests in joint ventures
16. IAS 36 Impairment of assets
17. IAS 37 Provisions, contingent liabilities and contingent assets
18. IAS 38 Intangible assets
Pada 2010 adopsi IFRS/ IAS mencakup :
1. IFRS 7 Statement of Cash Flows
2. IFRS20 Accounting for Government Grants and Disclosure of Government Assistance
3. IFRS24 Related Party Disclosures
4. IFRS29 Financial Reporting in Hyperinflationary Economies
5. IFRS33 Earnings per Share
6. IFRS34 Interim Financial Reporting
7. IFRS41 Agriculture
Sedangkan arah pengembangan konvergensi IFRS meliputi :
1. PSAK yang sama dengan IFRS akan direvisi, atau akan diterbitkan PSAK yang baru
2. PSAK yang tidak diatur dalam IFRS, maka akan dikembangkan
3. PSAK industri khusus akan dihapuskan
4. PSAK turunan dari UU tetap dipertahankan
Pada 2011 tahp persiapan akhir dilakukan dengan menyelesaikan seluruh infrastruktur yang diperlukan. Pada 2012 dilakukan penerapan pertama kali PSAK yang sudah mengadopsi IFRS. Namun, proses konvergensi ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dampak yang timbul dari konvergensi ini akan sangat mempengaruhi semua kalangan, baik itu bidang bisnis maupun pendidikan.
Akuntan Publik harus segera mengupdate pengetahuannya dan menyesuaikan pendekatan audit yang berbasis IFRS. Akuntan Manajemen/Perusahaan dapat mengantisipasi dengan segera membentuk tim sukses konvergensi IFRS yang bertugas mengupdate pengetahuan Akuntan Manajeman, melakukan gap analysis dan menyusun road map konvergensi.
Akuntan Akademisi/Universitas diharapkan mengupdate pengetahuan para Akademisi, merevisi kurikulum dan silabus serta melakukan berbagai penelitian yang terkait. Regulator perlu melakukan penyesuaian regulasi yang terkait dengan pelaporan keuangan dan perpajakan serta melakukan upaya pembinaan dan supervisi terhadap profesi yang terkait dengan pelaporan keuangan seperti penilai dan aktuaris.
Terdapat 3 aspek kunci yang berjalan melalui masing-masing prinsip yang diterapkan dalam IFRS, yaitu :
• Substansi atas bentuk, dimana substansi ini harus menjadi prinsip dalam seleksi dan penerapan kebijakan akuntansi yang hanya terjadi dalam IFRS karena IFRS lebih kontemporer dan telah ditentukan perawatan untuk isu-isu berkembang.
• Penggunaan nilai wajar, dimana pada saat keadaan langka, IFRS memungkinkan pengguna untuk mengadopsi kebijakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip,IFRS percaya jika manajemen perawatan yang ditentukan di bawah IFRS akan menyesatkan dan kebijakan yang diusulkan untuk diadopsi lebih baik mewakili substansi transaksi yang mendasarinya dimana konsep tersebut tidak pernah terjadi di sebagian besar kerangka GAAP.Penerapan prinsip-prinsip nilai wajar ini akan memerlukan manajemen perusahaan untuk menggunakan penilaian cukup besar dalam membuat perkiraan tentang masa depan, dan peran penilaian ahli dalam penyusunan laporan keuangan akan meningkat secara signifikan.
• IFRS juga mengakui bahwa nilai uang berubah dengan waktu, oleh karena itu IFRS memerlukan piutang & hutang, akibatnya IFRS akan berfokus pada hail kerja yang mencerminkan keadaan & urusan bisnis lebih pada dasar Negara saat ini bukan di holistic jangka panjang atau dasar biaya historis.
Dengan demikian, manfaat dari IFRS diharapkan jauh lebih besar daripada biaya dan kerepotan. Akan mengintegrasikan bisnis dalam negeri dengan investor global dan komunitas keuangan sehingga tidak ada kesenjangan dan hambatan bahasa.
Di dunia internasional, IFRS telah diadopsi oleh banyak negara, termasuk negara-negara Uni Eropa, Afrika, Asia, Amerika Latin dan Australia. Di kawasan Asia, Hong Kong, Filipina dan Singapura pun telah mengadopsinya. Sejak 2008, diperkirakan sekitar 80 negara mengharuskan perusahaan yang telah terdaftar dalam bursa efek global menerapkan IFRS dalam mempersiapkan dan mempresentasikan laporan keuangannya.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sistem Akuntansi di Tiap Negara
Seperti halnya dunia bisnis pada umumnya, praktik-praktik akuntansi beserta
pengungkapan informasi finansial di perusahaan di berbagai negara dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya :
a. Sifat kepemilikan perusahaan
Kebutuhan akan pengungkapan informasi dan pertanggungjawaban kepada publik lebih besar ditemui pada perusahaan-perusahaan yang dimiliki publik dibandingkan dengan pada perusahaan keluarga.
b. Aktivitas usaha
Sistem akuntansi dipengaruhi oleh jenis aktivitas usaha, misalnya agribisnis yang berbeda dengan manufaktur, atau perusahaan kecil yang berbeda dengan perusahaan multinasional.
c. Sumber pendanaan
Kebutuhan akan pengungkapan informasi dan pertanggungjawaban kepada publik lebih besar ditemui pada perusahaan-perusahaan yang mendapatkan sumber pendanaan dari para pemegang saham eksternal dibandingkan dengan pada perusahaan dengan sumber pendanaan dari perbankan atau dari dana keluarga.
d. Sistem perpajakan
Negara-negara seperti Perancis dan Jerman menggunakan laporan keuangan perusahaan sebagai dasar penentuan utang pajak penghasilan, sedangkan negara-negara seperti Amerika Serikat dan Inggris menggunakan laporan keuangan yang telah disesuaikan dengan aturan perpajakan sebagai dasar penentuan utang pajak dan disampaikan terpisah dengan laporan keuangan untuk pemegang saham.
e. Eksistensi dan pentingnya profesi akuntan
Profesi akuntan yang lebih maju di negara-negara maju juga membuat sistem akuntansi yang dipakai lebih maju dibandingkan dengan di negara-negara yang masih menerapkan sistem akuntansi yang sentralistik dan seragam.
f. Pendidikan dan riset akuntansi
Pendidikan dan riset akuntansi yang baik kurang dijalankan di negara-negara yang sedang berkembang. Pengembangan profesi juga dipengaruhi oleh pendidikan dan riset akuntansi yang bermutu.
g. Sistem politik
Sistem politik yang dijalankan oleh suatu negara sangat berpengaruh pada sistem akuntansi yang dibuat untuk menggambarkan filosofi dan tujuan politik di negara tersebut, seperti halnya pilihan atas perencanaan terpusat (central planning) atau swastanisasi (private enterprises).
h. Iklim sosial
Iklim sosial diartikan sebagai sikap atas penghargaan terhadap hak-hak pekerja dan kepedulian terhadap lingkungan hidup. Informasi yang berkaitan dengan hal-hal tersebut pada umumnya dipengaruhi atas sistem sosial tersebut.
i. Tingkat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
Perubahan struktur perekonomian dari agraris ke manufaktur akan menampilkan sisi lain dari sistem akuntansi, antara lain dengan mulai diperhitungkannya depresiasi mesin. Industri jasa juga memunculkan pertimbangan atas pencatatan aktiva tak berwujud seperti merek, goodwill dan sumber daya manusia.
j. Tingkat inflasi
Timbulnya hyperinflation di beberapa negara di kawasan Amerika Selatan membuat adanya pemikiran untuk menggunakan pendekatan lain sebagai alternatif dari pendekatan historical cost.
k. Sistem perundang-undangan
Di negara-negara seperti Perancis dan Jerman yang menggunakan civil codes, aturan-aturan akuntansi yang dipakai cenderung rinci dan komprehensif, berbeda dengan Amerika Serikat dan Inggris yang menggunakan common law.
l. Aturan-aturan akuntansi
Standar dan aturan akuntansi yang ditetapkan di negara tertentu tentunya tidak sepenuhnya sama dengan negara lain. Peran profesi akuntan dalam menentukan standar dan aturan akuntansi lebih banyak ditemukan di negara-negara yang telah memasukkan aturan-aturan profesional dalam aturan-aturan perusahaan, seperti di Inggris dan Amerika Serikat.

NEGARA-NEGARA YANG MENGADOPSI IFRS
IFRS digunakan di banyak bagian dunia, termasuk Uni Eropa, Hong Kong, Australia, Malaysia, Pakistan, negara-negara GCC, Rusia, Afrika Selatan, Singapura, dan Turki. Sebagai dari 27 September 2008, lebih dari 113 negara di seluruh dunia, termasuk seluruh Eropa, saat ini membutuhkan atau mengizinkan IFRS pelaporan. Sekitar 85 dari negara-negara tersebut memerlukan pelaporan IFRS untuk semua domestik, perusahaan-perusahaan yang terdaftar.
Australia
Para Dewan Standar Akuntansi Australia (AASB) telah mengeluarkan 'Australia setara untuk IFRS' (A-IFRS), penomoran standar IFRS dan IAS AASB 1-8 standar sebagai AASB 101-141. Australia dan setara untuk SIC Interpretations IFRIC juga telah diterbitkan, bersama dengan sejumlah 'domestik' standar dan interpretasi. Pernyataan ini digantikan Australia sebelumnya prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan efek dari periode laporan tahunan dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2005 (yaitu 30 Juni 2006 adalah laporan pertama disiapkan di bawah standar IFRS-setara untuk Juni tahun berakhir). Untuk tujuan ini, Australia, bersama dengan Eropa dan beberapa negara lain, adalah salah satu pengadopsi awal dari IFRS untuk tujuan domestik (di negara maju). Harus diakui, bagaimanapun, bahwa terutama IAS IFRS dan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari paket standar akuntansi di negara berkembang selama bertahun-tahun sejak akuntansi yang relevan mayat lebih terbuka untuk mengadopsi standar internasional untuk banyak alasan termasuk kemampuannya.
The AASB telah membuat perubahan tertentu ke dalam membuat pernyataan-pernyataan IASB A-IFRS, namun umumnya ini mempunyai efek menghilangkan salah satu pilihan di bawah IFRS, memperkenalkan pengungkapan tambahan atau persyaratan untuk melaksanakan not-for-profit entitas, bukan berangkat dari IFRS untuk Australia entitas. Oleh karena itu, untuk entitas nirlaba yang menyiapkan laporan keuangan sesuai dengan A-IFRS mampu membuat pernyataan Unreserved sesuai dengan IFRS.
Yang AASB terus cermin perubahan yang dibuat oleh IASB sebagai pernyataan lokal. Selain itu, selama beberapa tahun terakhir, AASB telah mengeluarkan apa yang disebut 'Mengubah Standar' untuk membalikkan beberapa perubahan awal yang dilakukan pada teks IFRS perbedaan terminologi lokal, untuk mengembalikan pilihan dan menghilangkan beberapa pengungkapan khusus Australia. Ada beberapa panggilan untuk Australia untuk hanya mengadopsi IFRS tanpa 'Australianising' mereka dan hal ini telah mengakibatkan AASB sendiri melihat cara-cara alternatif mengadopsi IFRS di Australia.
Kanada
Penggunaan IFRS akan dibutuhkan untuk akuntabilitas publik Kanada berorientasi laba perusahaan untuk periode keuangan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011. Ini termasuk perusahaan publik dan lainnya "perusahaan berorientasi keuntungan yang bertanggung jawab untuk beragam kelompok besar atau pemegang saham."
Uni Eropa
Semua perusahaan yang terdaftar Uni Eropa telah diminta untuk menggunakan IFRS sejak tahun 2005.
Agar bisa disetujui untuk digunakan di Uni Eropa, standar harus disetujui oleh Komite Regulatory Accounting (ARC), yang mencakup wakil-wakil pemerintah negara anggota dan disarankan oleh sekelompok pakar akuntansi dikenal sebagai Laporan Keuangan Eropa Advisory Group. Akibatnya IFRS yang diterapkan di Uni Eropa mungkin berbeda dari yang digunakan di tempat lain.
Bagian dari standar IAS 39: Financial Instrumen: Pengakuan dan Pengukuran awalnya tidak disetujui oleh ARC. 39 IAS kemudian diubah, menghilangkan pilihan untuk merekam kewajiban keuangan pada nilai wajar, dan menyetujui ARC versi diamandemen. Yang IASB bekerja sama dengan Uni Eropa untuk menemukan cara yang dapat diterima untuk menghapus anomali yang tersisa sehubungan dengan akuntansi lindung nilai.
Pakistan
Semua perusahaan yang terdaftar harus mengikuti semua yang dikeluarkan IAS/IFRS kecuali hal berikut :
IAS 39 dan IAS 40 : Implementasi standar ini telah diadakan pada penundaan oleh Bank Negara Pakistan untuk Bank dan DFIs.
IFRS-1 : Efektif untuk periode tahuna yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 januari 2004. IFRS ini sedang dipertimbangkan untuk adopsi bagi semua perusahaan selain Bank dan DFIs.
IFRS -9 : Di bawah pertimbangan dari Komite Relevan Institute (ICAP). IFRS ini akan efektif untuk periode tahunan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2013.

Rusia
Pemerintah Rusia telah melaksanakan program untuk menyelaraskan dengan standar akuntansi nasional dengan IFRS sejak tahun 1998. Sejak itu dua puluh standar akuntansi baru yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan Federasi Rusia bertujuan untuk menyelaraskan praktik akuntansi dengan IFRS. Meskipun upaya ini perbedaan-perbedaan penting antara standar akuntansi nasional dan IFRS tetap. Sejak tahun 2004 semua bank umum telah diwajibkan untuk menyiapkan laporan keuangan sesuai dengan kedua standar akuntansi nasional dan IFRS. Penuh transisi ke IFRS tertunda dan diperkirakan akan berlangsung dari 2011.
Turki
Dewan Standar Akuntansi turkish IFRS diterjemahkan ke dalam bahasa Turki pada tahun 2006. Sejak 2006 perusahaan Turki yang tercantum di Istanbul Stock Exchange yang diperlukan untuk menyiapkan laporan IFRS.
Hong Kong
Mulai tahun 2005, Hong Kong Standar Pelaporan Keuangan (HKFRS) adalah identik dengan Standar Pelaporan Keuangan Internasional. Sementara Hong Kong telah mengadopsi banyak dari IAS sebelumnya sebagai Hong Kong standar, beberapa belum diadopsi, termasuk IAS 32 dan IAS 39. Dan semua perbaikan dan Desember 2003 dan direvisi IFRS baru dikeluarkan pada tahun 2004 dan 2005 akan berlaku di Hong Kong awal tahun 2005.
Hong Kong Menerapkan Standar Pelaporan Keuangan: Tantangan bagi 2005 (Agustus 2005) memuat ringkasan dari setiap standar dan penafsiran, kunci perubahan itu membuat untuk akuntansi di Hong Kong, implikasi yang paling signifikan dari adopsi, dan terkait mengantisipasi perkembangan masa depan. Ada satu standar Hong Kong Hong Kong dan beberapa interpretasi yang tidak memiliki rekan-rekan di IFRS. Juga ada beberapa kata-kata kecil perbedaan antara HKFRS dan IFRS.
Singapura
Di Singapura Komite Standar Akuntansi (ASC) bertanggung jawab atas pengaturan standar. Model yang Singapura erat Standar Pelaporan Keuangan (FRS) sesuai dengan IFRS, dengan perubahan yang dibuat tepat sesuai dengan konteks Singapura. Sebelum standar ini diundangkan, konsultasi dengan IASB dibuat untuk memastikan konsistensi prinsip-prinsip inti.
Amerika Serikat dan konvergensi dengan US GAAP
Pada tahun 2002 pada pertemuan di Norwalk, Connecticut, yang IASB dan AS Dewan Standar Akuntansi Keuangan (FASB) setuju untuk menyelaraskan agenda mereka dan bekerja ke arah mengurangi perbedaan antara IFRS dan US GAAP (the Norwalk perjanjian). Pada Februari 2006 FASB dan IASB mengeluarkan Nota Kesepahaman program termasuk topik di mana dua benda akan berusaha untuk mencapai konvergensi pada tahun 2008.
Perusahaan AS yang terdaftar di Amerika Serikat Securities and Exchange Commission harus mengajukan laporan keuangan disusun sesuai dengan US GAAP. Hingga 2007, emiten swasta asing diminta untuk mengajukan laporan keuangan disiapkan (a) di bawah US GAAP atau (b) sesuai dengan prinsip akuntansi lokal atau IFRS mendamaikan dengan catatan kaki dari prinsip-prinsip lokal atau IFRS dengan US GAAP. Rekonsiliasi ini dikenakan biaya tambahan pada perusahaan yang terdaftar di bursa kedua di AS dan negara lain. Dari 2008, emiten swasta asing diperbolehkan adalah tambahan untuk mengajukan laporan keuangan sesuai dengan IFRS yang dikeluarkan oleh IASB tanpa rekonsiliasi dengan US GAAP. Ada harapan luas di antara perusahaan-perusahaan AS bahwa SEC akan bergerak untuk membolehkan atau mengharuskan mereka untuk menggunakan IFRS dalam waktu dekat dan meningkatnya penerimaan dari skenario itu, menurut Controllers 'Kepemimpinan Roundtable data survei.
Pada Agustus 2008, SEC mengumumkan jadwal yang akan memungkinkan beberapa perusahaan untuk melaporkan IFRS di bawah segera setelah tahun 2010 dan memerlukannya semua perusahaan pada tahun 2014.
SEC menerima lebih dari 220 komentar surat-surat dari berbagai kelompok konstituen pada jadwal. Beberapa poin-poin penting termasuk: - Tujuan utama di seluruh dunia harus menggunakan satu set kualitas tinggi standar pelaporan keuangan - Sebagian besar responden mendukung kelanjutan dari proses konvergensi - User lebih memilih prinsip-prinsip akuntansi berbasis kerangka kerja yang mencakup penerapan suara profesional penghakiman dibarengi dengan pengungkapan yang jelas dan transparan tentang substansi ekonomi dari transaksi, alasan untuk mencapai kesimpulan, dan akuntansi yang terkait untuk transaksi. - Pengakuan bahwa biaya yang diharapkan adopsi IFRS akan signifikan tetapi biaya yang diantisipasi tidak mengadopsi akan jauh lebih signifikan ke AS Pasar Modal - komitmen yang jelas dan tanggal adopsi diperlukan, tidak peduli apakah itu 2014, 2015 atau 2016 (yaitu , sebuah "tanggal tertentu") Rekomendasi agar hanya membutuhkan satu tahun sebelumnya komparatif.
India
The Institute of Chartered Accountants of India (ICAI) telah mengumumkan bahwa akan IFRS wajib di India untuk laporan keuangan untuk periode yang dimulai pada atau setelah 1 April 2011. Ini akan dilakukan dengan merevisi standar akuntansi yang ada untuk membuat mereka kompatibel dengan IFRS.
Reserve Bank of India telah menyatakan bahwa laporan keuangan bank harus IFRS-compliant untuk periode yang dimulai pada atau setelah 1 April 2011.
Jepang
Dewan Standar Akuntansi Jepang telah setuju untuk menyelesaikan semua inkonsistensi antara arus JP-GAAP dan IFRS sepenuhnya pada 2011.

Category: | 0 Comments