PENDAHULUAN

Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pengguna yang berkepentingan. Proses auditing dilakukan untuk menyatakan kewajaran suatu laporan keuangan, dimana laporan keuangan dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan, seperti: investor, kreditor, pemerinta, dan sebagainya. Proses auditing dilakukan oleh auditor. Dalam menjalankan profesinya auditor harus benar-benar bertanggug jawab atas opini yang akan di berikannya pada laporan keuangan. Sebab opini auditor menunjukan kepada pemakai laporan keuangan, apakah laporan keuangan tersebut objektif.
Dalam dunia hukum yang berkembang pada saat ini, auditor bisa dikenakan kewajiban atas hal-hal yang telah dilakukan. Banyak hal yang dapat mengakibatkan auditor dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana yang dikarenakan adanya perselisihan yang berkaitan dengan audit. Tuntutan terhadap auditor dapat terjadi karena adanya peristiwa-peristiwa yang menyebabkan kerugian bagi pengguna laporan keuangan. Auditor juga dapat dituntut oleh klien kreditor dan pemerintah karena auditor tidak melakukan jasa profesional yang memadai.
Dalam makalah ini akan di bahas mengenai jenis-jenis tuntutan yang dapat diajukan kepada auditor, pihak-pihak yang bisa mengajukan tuntutan pada auditor, macam-macam pembuktian yang harus dilakukan agar dapat menuntut auditor, serta pembelaan yang dapat dilakukan oleh auditor.






PEMBAHASAN

A. Kegagalan Perusahaan, Kegagalan Audit dan Risiko audit
Banyak profesional akuntansi dan hukum percaya bahwa penyebab utama tuntutan hukum terhadap kantor-kantor akuntan nadalah kurangnya pemahaman pemakai laporan keuangan tentang perbedaan antara kegagalan perusahaan dengan kegagalan audit. Dan antara kegagalan audit dengan risiko audit. Apabila investasi ditanamkan di dalam suatu perusahaan, ini akan mengakibatkan beberapa tingkat risiko perusahaan. Yakni, terdapat risiko bahwa perusahaan tidak mampu memenuhi harapan investornya, karena adanya kondisi-kondisi ekonomi atau bisnis seperti resesi, keputusan manajemen yang buruk, atau persaingan yang tak terduga dalam perusahaan itu. Kasus eksterm yang mencerminkan risiko bisnis adalah kegagalan perusahaan.
Kegagalan audit adalah suatu situasi di dalam audit dimana auditor sampai pada dan/atau mengeluarkan pendapat auditor yang salah karena gagal dalam memenuhi persyaratan-persyaratan/standar pemeriksaan yang berlaku. Bila terjadi kegagalan perusahaan, mungkin terdapat atau tidak terdapat kegagalan audit.
Risiko audit adalah risiko dimana auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan dinyatakan dengan wajar dan oleh karenanya dapat dikenakan pendapat wajar tanpa pengecualian, namun pada kenyataannya laporan tersebut disajikan salah secara material. Audit tidak dapat diharapkan untuk mengungkapkan semua kesalahan laporan keuangan yang material. Audit terbatas pada pemilihan sampel, dan kesalahan yang disembunyikan dengan sangat rapi sulit ditemukan. Karenanya ada risiko bahwa audit tidak akan mengungkapkan kesalahan yang materil dalam laporan keuangan.
Kebanyakan profesional akuntansi setuju bila auditor gagal mengungkapkan kesalahan yang material lalu pendapat auditor tersebut salah maka akuntan publik tersebut diminta tetap mempertahankan kualitas auditnya, berarti terjadi kegagalan audit, dan kantor akuntan tersebut harus bertanggung jawab kepada mereka yang menderita kerugian itu. Dalam prakteknya sulit untuk menentukan bilamana auditor gagal menggunakan keahliannya karena rumitnya proses auditing. Namun begitu, auditor yang gagal dalam menjalankan praktik auditnya dapat berakibat buruk bagi kantor akuntannya.
Kesulitan timbul bila terjadi kegagalan dalam perusahaan, tetapi bukan kegagalan audit . apabila sebuah perusahaan pailit, atau tidak dapat membayar hutang-hutangnya, maka pemakai laporan keuangan umumnya mengklaim telah terjadi kegagalan audit khususnya apabila pendapat auditor terakhir menyatakan laporan keuangan tersebut wajar.

B. KONSEP HUKUM YANG MEMPENGARUHI KEWAJIBAN
Kebanyakan gugatan ke pengadilan menyangkut laporan keuangan yang telah atau belum diaudit. Beberapa konsep hukum dapat diterapkan pada segala macam gugatan terhadap akuntan publik. Konsep-konsep tersebut adalah:
1. Prudent man (keberhatian)
Ada perjanjian di dalam praktik akuntansi dan pengadilan bahwa auditor bukan penjamin atau penanggung jawab dari laporan keuangan. Auditor hanya berkewajiban melakukan audit secara teliti. Meskipun demikian, auditor bukannya tanpa cela.
Standar ketelitian yang diharapkan dari auditor sering sering disebut sebagai konseo pruden man. Ini dinyatakan dalam Cooley on Torts sebagai berikut:
Setiap orang yang memberikan jasanya kepada orang lain dan dipekerjakan olehnya mempunyai kewajiban untuk menggunakan keahlian yang dimilikinya dengan hati-hati serta teliti dan sungguh-sungguh. Dalam semua pekerjaan iniyang membutuhkan keahlian khusus, jika seseorang menawarkan jasanya, dapat dianggap bahwa dia menyediakan dirinya kepada masyarakat sebagai seseorang yang mempunyai tingkatan keahlian yang juga dipunyai oleh orang lain dalam mengerjakan pekerjaan yang sama, dan, jika apa yang dia janjikan ternyata tidak berdasar, ia telah melakukan penipuan terhadap semua orang yang telah mempercayainya. Akan tetapi tidak ada seorang pun, apakah dia ahli atu bukan yang tanpa kekeliruan atau kesalahan. Dan ia bertangung jawab atas kecerobohan itikad buruk, atau kekeliruan dalam penilaian.




2. Kewajiban atas tindakan sekutu lain
Para sekutu atau pemegang saham dalam perseroan profesional secara bersama-sama bertanggung jawab atas tindakan perdata yang ditujukan terhadap salah seorang anggotanya.
Para sekutu juga bisa bertanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukan orang lain yang mereka percayai. Ini diatur dalam hukum keagenan (laws of agency).

3. Keterbukaan di pengadilan
Akuntan publik tidak boleh menahan informasi jika diminta oleh pengadilan dengan alasan informasi tersebut dirahasiakan. Seluruh informasi dalam kertas kerja seorang auditor dapat diminta oleh pengadilan apabila diperlukan. Pembicaraan rahasia antara klien dengan auditor tidak dapat ditutupi dalam pengadilan

C. KEWAJIBAN HUKUM AUDITOR
Auditor bisa dituntut oleh klien, investor, kreditor dan pemerintah karena tidak melakukan jasa profesionalnya secara memadai. Auditor bisa dituntut berdasarkan dua jenis undang-undang:
1. Common law
Merupakan undang undang yang dikembangkan terus menerus oleh para hakimyang mengeluarkan pendapat hukum saat memutuskan suatu pekara (prinsip-prinsip hukum yang diterapkan dalam kasus-kasus ini menjadi pedoman bagi para hakim yang memutuskan perkara yang sama di masa yang akan datang). Tuntutan yang diberikan kepada auditor berkaitan dengan common law adalah bahwa auditor tidak melakukan audit secara tepat. Misalnya, berdasarkan common law seorang auditor bisa dianggap memiliki kewajiban kepada klien atas terjadinya pelanggaran kontrak, kelalaian, kelalaian berat dan kecurangan.

2. Statutory law.
Merupakan hukum tertulis yang dibuat oleh lembaga legislatif dari pemerintah federal dan Negara yang menetapkan beberapa aturan pelaksanaan yang harus dipatuhi pihak-pihak yang bersengketa. Berdasarkan statutory law seorsng auditor bisa dikenakan kewajiban perdata atau pun penjara. Perkara perdata bisa menimbulkan denda dan sanksi.

Kewajiban yang dihadapi auditor:
 Common law klien

Pihak ketiga


 Statutory law pidana
Perdata

1. COMMON LAW

a. Common law-klien
Common law tidak mengharuskan auditor menjamin produk kerjanya. Namun undang-undang ini mensyaratkan auditor melakukan jasa professional secara cermat. Ini berarti auditor harus melakukan jasa profesionalnya dengan tingkat keahlian, pengetahuan, dan pertimbangan seperti yang dimiliki oleh para anggota profesi akuntan lainnya. Bila auditor gagal melakukan ketentuan seperti yang tertuang dalam dalam perjanjian kontraktual dengan klien, maka ia bisa dituntut atas pelanggaran kontrak atau kelalaian. Berdasarkan common law, auditor juga memiliki kewajiban kepada klien akibat kelalaian berat dan kecurangan.

 Pelanggaran kontrak
Kewajiban pelanggaran kontrak (breach of contract) didasarkan pada kegagalan auditor untuk menyelesaikan jasa yang telah disetujui dalam kontrak dengan klien. Kontrak antara klien dan auditor menjelaskan biaya atas jasa profesional yang diberikan, dan tenggat waktu penyelesaian jasa yang normalnya dijelaskan secara eksplisit atau implisit dalam kontrak. Jika klien melanggar kewajibannya seperti yang telah dinyatakan dalam surat perikatan auditor tidak terikat perjanjian kontraktual. Jika auditor menghentikan audit tanpa sebab yang memadai, ia bisa di kenakan tuntutan atas kerugian ekonomis yang dialami oleh klien. Demikian pula dengan masalah-masalah lainnya ( seperti penyampaian audit yang tepat waktu atau kegagalan mendeteksi salah saji material) bisa menyebabkan timbulnya tuntutan dari klien terhadap auditor.
 Kelalaian
Kewajiban akibat kelalaian mencerminkan penyimpangan dari standar perilaku yang seharusnya dilakukan oleh profesional. Bila seorang auditor memiliki keahlian dan pengetahuan khusus, kehati-hatian yang normal belumlah cukup. Jadi, seorang akuntan publik memiliki kewajiban untuk melaksanakan perikatan menggunakan tingkat kecermatan yang sama yang akan diterapkan oleh anggota profesi akuntan publik yang berhati-hati.
Untuk bisa menuntut auditor akibat kelalaian, klien harus membuktikan hal-hal ini:
• Penugasan yang diberikan klien memang harus sesuai dengan standar kecermatan yang berlaku
• Kegagalan untuk bertindak sesuai standar
• Adanya hubungan sebab akibat antara kelalaian auditor dan kerugian yang dialami klien
• Kerugian atau kerusakan actual yang dialami klien
Tuntutan oleh klien terhadap auditor sering kali menyatakan bahwa auditor tidak mendeteksi beberapa jenis kecurangan atau defalkasi. Pembelaan auditor terhadap tuntutan kelalaian yang diajukan klien mencakup:
• Tidak ada penugasan dari klien
• Klien juga berbuat lalai (berkontribusi terhadap kelalaian, kelalaian komparatif, atau kecurangan manajemen)
• Pekerjaan auditor dilakukan sesuai dengan standar profesional
• Klien tidak menderita kerugian
• Jika terjadi kerugian maka penyebabbnyaa adalah kejadian lain
• Tuntutan tersebut tidak sah karena sudah kadaluwarsa
Klien pada umumnya bisa membuktikan adanya kewajiban auditor untuk bertindak secara cermat berdasarkan kontrak perikatan. Tetapi auditor mungkin bisa memberikan argumen bahwa kerugian klien adalah akibat kelalaian klien sendiri. Misalnya, jika pengendalian intern klien lemah karena klien tidak memberikan pelatihan yang memadai atau kerena kelemahan pada SDM, maka tuntutan klien pada auditor harus memperhitungkan juga kesalahan klien. Bila manajemen puncak terlibat kecurangan, auditor bisa memberikan pembelaan bahwa kecurangan dilakukan pihak klien dan terhindar dari tuntutantelah lalai melakukan audit.
Contoh kasus:
Pembelaan Deloitte & Touche mengenai Penarikan Diri dari Perikatan Audit Medtrans
Medtrans, sebuah perusahaan penyedia jasa ambulans, menugaskan Deloitte & Touche untuk mengaudit laporan keuangannya. Medtrans membutuhkan modal dan berupaya mendapatkan pendanaan $ 10 juta dari investor luar. Medtrans memberikan laporan keuangan yang belum di audit kepada investor, laporan tersebut menunjukan adanya laba sebesar $ 1,9 juta. Deloitte & Touche sedang dalam penyelesaian auditnya pada saat negosiasi medtrans dengan investor luar. Deloitte & Touche mengajukan penyesuaian yang mengakibatkan laporan keuangan medtrans yang menunjukan adanya kerugian yang sebesar $500.000. Sebelum Deloitte & Touche mengajukan mengajukan penyesusaian, CFO perusahaan mengajukan pengunduran diri setelah merasa bahwa ia tidak dapat menandatangani surat representasi manajemen. Saat penyesuaian yang diusulkan diberikan kepada klien, CEO Medtrans mengancam untuk menuntut Deloitte & Touch eke pengadilan agar segera menyelesaikan audit. Deloitte kemudian menarik diri dari perikatan. KAP yang ketiga bahkan mengeluarkan laporan audit wajar tanpa pengecualian yang berisi penyesuaian-penyesuaian yang diajukan Deloitte & Touche.
Medtrans menyatakan bahwa pengunduran diri Deloitte & Touche menyebabkan perusahaan gagal memperoleh dana, dan kemudian perusahaan dijual dengan nilai yang lebih kecil dari nilai yang sebenarnya. Di pengdilan Medtrans menyatakan bahwa, berdasar hukum California sebuah KAP tidak bisa dalam kondisi apapun menarik diri dari perikatan jika pengunduran diri tersebut membahayakan klien. Deloitte & Touche memberi argumen bahwa instruksi para juri di pengadilan California menyangkut kewajiban profesional bertentangan dengan standar profesional. Yang membolehkan auditor untuk menari diri dari perikatan. Para juri dalam kasus ini cenderung berpihak kepada Medtrans dan menyatakan perusahaan ini berhak mendapat ganti rugi sebesar hampir $ 10 juta.
Pada bulan Maret tahun 1998 pengadilan banding California justru berpendapat sebaliknya, dan meminta para hakim untuk memberi peringatan kepada para juri mengenai standar profesi. Menurut siding ini auditor, dengan mengaudit laporan keuangan memiliki kewajiban publik yang melampaui hubungan kerja dengan klien. Keputusan ini sangat berarti karena kewajiban auditor untuk bertugas secara cermat didasarkan pada standar profesional dan bukan pada aturan hukum yang bertentangan dengan standar profesional.
 Kecurangan
Seorang auditor bisa dituntut klien atas terjadinya kecurangan (fraud) bila ia memang mengetahui adanya kecurangan tersebut dan sengaja melakukannya. Namun pada umumnya tuntutan yang terkait dengan kecurangan biasanya diajukan oleh pihak ketiga.


b. Common law-pihak ketiga
Sebuah kantor akuntan mungkin berkewajiban terhadap pihak ketiga jika terjadi kerugian pada pihak penggugat karena mengandalkan laporan keuangan yang menyesatkan. Pihak ketiga tersebut meliputi pemegang saham, kreditor, investor.

 Kelalaian
Bila seorang auditor tidak menjalankan perikatan secara cermat, ia bisa dituntut melakukan kelalaian biasa (ordinary negligence) oleh pihak ketiga (penuntut) berdasarkan common low.
Agar bisa menuntut auditor melakukan kelalaian, pihak ketiga harus membuktikan semua hal berikut ini:
• Auditor memang memiliki kewajiban kepada penggugat untuk melaksanakan tugas secara cermat
• Auditor melanggar kewajiban tersebut dan lalai mematuhi standar profesional
• Ketidakcermatan auditor merupakan penyebab langsung atas terjadinya kerugian yang diderita pihak ketiga (yaitu, laporan keuangan menyesatkan sementara pihak ketiga mengandalkan laporan tersebut)
• Pihak ketiga menderita kerugian
Kesulitan utama yang dihadapi pihak ketiga untuk membuktikan kelalaian auditor adalah memberikan bukti bahwa auditor memang memiliki kewajiban untuk mengaudit secara cermat.
Empat standar common low terus berkembang sepanjang waktu untuk menentukan pihak ketiga mana saja yang bisa menuntut auditor atas terjadinya kelalaian.





c. Keempat standar hukum tersebut adalah :

 Hubungan kontrak (Privity)
Pendapat yang paling terbatas berdasarkan common law adalah bahwa auditor tidak memiliki kewajiban kepada pihak ketiga yang tidak memiliki hubungan kontrak dengan auditor. Hubungan kontrak berarti adanya perjanjian khusus diantara kedua belah pihak. Pihak diluar kontrak seperti investor atau auditor klien pada umumnya tidak memiliki hubungan kontrak seperti ini dengan auditor karena tidak terlibat langsung dalam perjanjian antara klien dengan auditor sehingga tidak bisa sert mert menuntut auditor, bahkan jika auditor gagal sekalipun.
Contoh kasus:
Ultramares vs Touche, et al. (1931)
Fred Stern & Company mengimpor dan menjual karet pada tahun 1920-an. Jenis usaha seperti ini membutuhakn modal kerja yang banyak, dan perusahaan menggunakan pinjaman bank untuk aktifitas pendanaan. Pada tahun 1924 Stern meminjam $ 100.000 dari Ultramares Corp. sebelum memutuskan memberikan pinjaman ini, Ultramares meminta Stern memberikan neraca yang sudah diaudit. Touche, Niven & Company baru saja mengeluarkan laporan audit untuk neraca per 31 Desember 1923.
Manajemen Stern meminta Touche menyediakan 32 salinan laporan audit dengan nomor berurutan. Touche telah mengaudit Stern selama 3th dan mengetahui bahwa laporan audit digunakan Stern untuk mendapatkan dana utang eksternal. Namun Touche tidak mengetahui bank-bank atau perusahaan pembiayaan apa saja yang memberikan laporan tersebut. Neraca menuinjukan aktiva sebesar $ 2,5 juta. Ultramares memberikan pinjaman sekitar $ 100.000 dan 2 pinjaman tambahan dengan jumlah total $ 65.000. Stern juga mendapatkan pinjaman bank hampir $ 300.000 dengan memberikan neraca per 31 Desember 1923 yang telah di audit oleh Touche. Pada tahun 1925 perusahaan menyatakan bangkrut. Selama proses peradilan muncul bukti bahwa Stern sebenarnya sudah mulai bangkrut pada tahun 1923 dan hal ini terungkap dari catatan-catatan akuntansi yang menyesatkan. Ultramares menuduh Touche telah lalai dan melakukan kecurangan dalam mengaudit Stern.
Para juri dalam kasus ini tidak sependapat dengan tuntutan kecurangan yang ditimpahkan ke Touche tetapi memutuskan bahwa Touche telah lalai dan mengharuskan kantor akuntan ini membayar ganti kerugian hampir sebesar $ 186.000. Keputusan hakim sebaliknya bertentangan dengan pertimbangan juri dengan alasan Ultramares tidak memiliki hubungan kontrak dengan Touche. Divisi banding dari pengadilan Tinggi New York lebih berpihak pada Ultramares dengan perbandingan suara 3:2, dengan demikian para hakim menyatakan telah mengambil keputusan yang salah dengan keputusan juri. Penasihat hukum Touche menyatakan naik banding dan dimenangkan di dalam pengadilan banding, dengan demikian mendukung doktrin hukum kontrak. Kutipan yang tercakup dalam penjelasan hakim Cardozo, ketua hakim pengadilan banding, menyajikan intisari atas keputusan ini.

 Mendekati hubungan kontrak (NearPrivity)
Pengujian-pengujian brikut ini yang bisa digunakan untuk menuntut auditor yang melakukan kelalaian-kelalaian terhadap pihak ketiga:
• Auditor harus menyadari bahwa laporan keuangan akan digunakan untuk tujuan tertentu
• Yang akan dijadikan pedoman oleh pihak-pihak tertentu
• Terdapat hal-hal yang menghubungkan auditor dengan pihak-pihak tersebut, yang member bukti bahwa auditor telah memahami memang atelda pihak-pihak yang mengandalkan laporan keuangan yang telah diaudit.
Pihak ketiga diketahui oleh auditor dan auditor telah secara langsung menyampaikan laporan audit atau mendorong diandalkannya laporan audit. Kebanyakan pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan kontrak actual dengan auditor kemungkinan besar tidak akan bisa memenuhi standar mendekati hubungan kontrak . karena auditor tidak melakukan komunikasi langsung dengan penggugat.

 Pihak ketiga yang diketahui (foreseen third party) atau standar yang dinyatakan ulang (restatement standar)
Pendekatan yang kebanyakan diterapkan oleh kebanyakan Negara bagian (dan pengadilan federal yang berlokasi di negara-negara ini) memperluas kelompok pihak ketiga yang dapat menuntut auditor atas kelalaian diluar hubungan kontrak yaki dengan mencakup ke orang atau kelompok terbatas yang memang diketahui mengandalkan laporan keuangan yang diuaudit, walaupun orang ketiga ini tidak diketahu auditor.
Alasan-alasan yang telah dikemukakan oleh pengadilan untuk memperluas standar mendekati hubungan kontrak antara lain
• Meningkatnya kewajiban dari para profesional yang lain ke pengguna jasa yang tidak terkait hubungan kontrak.
• Kurangnya keadilan untuk menekankan batasan kerugian ekoiban aknomis pada pengguna laporan keuangn yang tidak bersalah.
• Asumsi yang memperluas kewajiban akan menyebabkan auditor meningkatkan prosedur-prosedur audit mereka
• Kemampuan auditor untuk memperoleh asuransi agar terlindung dari meningkatnya resiko
• Kemampuan auditor untuk membebankan biaya audit yang meningkat dan premi asuransi ke klien mereka
Pada tahun 1968 keputusan pengadilan distrik federal, rusch factor, inc. vs Levin, menerapkan seksi 552 daari restatement (second) of the law of torts terhadap perkara-perkara hukum dan pihak ketiga. Kasus ini menceritakan tentang sebuah perusahaan yang menugaskan Levin untuk mengaudit laporan keuangan guna memperoleh dana dari rush factors. Laporan keuangan menunjukkan bahwa perusahaan berada dalam konngkrutan. Pengadilan disi sehat si penggugat memberikan pinjaman dalam jumlah besar ke perusahaan, yang ternyata mengalami kebangkrutan.
Contoh kasus :
Rusch Factors, Inc. vs Levin (1968)
Dalam kasus ini, si penggugat Rusch Factors, Inc., meminta laporan keuangan yang telah di audit sebagai syarat pinjaman ke perusahaan Rhode Island. Levin mengaudit laporan keuangan tersebut, hasilnya menunjukan bahwa perusahaan berada dalam kondisi sehat padahal sebenarnya tidak. Rusch Factors kemudian memberikan pinjaman sebesar $ 337.000 berdasarkan laporan keuangan yang sudah di audit ini. Pada saat perusahaan kemudian ternyata bangkrut Rusch Facors menuntut Levin sebesar $ 121.000 atas kerugian yang diderita.
Pengadilan distrik federal yang berlokasi di Rhode Island menolak pembelaan Levin yang menyatakan tidak terdapat hubungan kontrak. Dalam memutuskan bahwa Levin bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukan, menurut doktrin Ultramares tidak tepat dan berpegang pada restatemen (Second )of the Law of Torts pengadilan menyatakan bahwa marilah menyatakan bahwa auditor telah mengetahui hasil auditnya akan digunakan dan di jadikan pegangan oleh Rusch Factor, sehingga auditor bisa dituntut bertanggung jawab atas laporan keuangan yang menyesatkan yang digunakan oleh sekelompok orang terbatas yang diketahui.

 Pihak ketiga yang seharusnya bisa diketahui (reasonably foreseeable third parties)
Jika pihak ke tiga yang mengandalkan laporan keuangan, seperti kreditor, tidak diperbolehkan untuk menuntut kerugian, maka biaya kredit ke masyarakat umum akaan meningkat karena kreditor harus menyerap biaya kredit macet akibat mengandalkan informasi yang salah atau menyewa akuntan independen untuk memferifikasi informasi yang diterima. Akuntan bisa menyebar risiko ini melalui penggunaan asuransi untuk kewajiban.
Satu kesulitan yang akan ditemui dari pendekatan ini adalah bahwa kantor akuntan publik mungkain tidak mampu mengasuransikan kewajiban hukumnya secara memadai, atau biaya dari asuransi semacam ini mungkin sangat mahal.
Sejak tahun 1987 tidak ada pengadilan tinggi negeri yang menerapkan pendekatan pihak ketiga yang seharusnya bisa diketahui untuk kewajiban hukum akuntan, sebagian besar menyetujui atau mengadopsi salah satu standar yang lebih sempit.
Contoh kasus:
H.Rosenblum, Inc. vs Adler (1983)
Keluarga Rosenblum setuju untuk menjual usaha ruang pamer catalog eceran, H.Rosenblum, Inc., ke Giant Stores dengan dituker saham biasa Giant. Keluarga Rosenblum mengandalkan laporan keuangan Giant tahun 1971 dan 1972, yang telah diaudit oleh Touch Ross & Co. setahun kemudian, terungkap bahwa laporan keuangan Giant Stores mengandung salah saji yang material. Giant Stores kemudian mengumumkan bangkrut, dan saham perusahaan ini menjadi tidak berharga. Keluarga Rosenblum menuntut Touche, dengan tuduhan kelalaian. Touché tidak mengenal keluarga ini sama sekali tidak mengetahui bahwa laporan keuangan yang diaudit akan digunakan selama negosiasi merger.
Pengadilan pada tingkat yang paling rendah menolak tuntutan Rosenblum terhadap Touche, dengan alasan bahwa keluarga ini tidak memenuhi baik uji hubungan kontrak Ultramares maupun Restatement (Second) of the Law of Torts’ uji “pihak yang diketahui.” Pengadilan Tinggi New Jersey membatalkan keputusan ini. Menurut pengadilan ini auditor telah memiliki “kewajiban kepada siapa saja yang seharusnya bisa diketahui oleh auditor menerima laporan keuangan perusahaan untuk tujuan bisnis, dan si penerima mengandalkan laporan tersebut “. Jadi pengadilan menyimpulkan bahwa auditor berkewajiban terhadap semua pihak ketiga yang seharusnya bisa diketahui mengandalkan laporan keuangan. Pengadilan menunjukkan bahwa fungsi auditor telah diperluas dari sekedar pengawas manajemen ke seorang evaluator independen dari kecukupan dan kewajaran laporan keuangan yang disajikan manajemen ke pihak ketiga. Pengadilan juga menyatakan adanya kewajiban auditor untuk mendapatkan asuransi menghadapi klaim dari pihak ketiga.

d. Pembelaan Auditor (Auditor Defenses)
Pembelaan untuk kewajiban hukum terhadap klien juga berlaku jika auditor dituntut pihak ketiga dengan tuduhan kelalaian berdasarkan common law. Berdasarkan yurisdiksi, auditor juga bisa memberi argumen bahwa pihak ketiga tersebut tidak memenuhi kriteria pihak yang diketahui atau tidak memiliki hubungan mendekati hubungan kontrak. Jika seorang auditor telah bertindak dengan sengaja atau menipu pihak ketiga, ia bisa dikenakan tuntutan melakukan kecurangan. Kewajiban undang-undang untuk kecurangan tidak terbatas pada orang-orang yang memiliki hubungan kontrak dengan si auditor. Penggugat (pihak ketiga) harus membuktikan :
1. Bahwa auditor melakukan kesalahan
2. Kesengajaan auditor melakukan kesalahan
3. Bahwa auditor memang berniat mendorong pihak ketiga untuk mengandalkan laporan keuangan yang salah saji
4. Bahwa pihak ketiga mengandalkan informasi yang salah
5. Bahwa pihak ketiga mengalami kerugian
Pengadilan menyatakan bahwa niat jahat dapat dinilai melalui bukti bahwa si auditor bertindak dengan sengaja untuk membuat penyajian yang menyesatkan.
Tetapi, kewajiban hukum akibat kecurangan tidak terbatas hanya pada kasus-kasus auditor diketahui melakukan penipuan. Beberapa pengadilan telah menginterpretasikan kelalaian berat sebagai contoh kecuranga (disebut juga kecurangan konstruktif-constructive fraud). Kelalaian berat (gross negligence) didefinisikan sebagai penyimpangan yang ekstrem, memalukan, dan tidak berhati-hati dari standar profesional tentang kecermatan. Kasus penting dalam bidang ini adalah State Street Co. vs Ernst (1938). Dalam kasus ini, auditor mengeluarkan pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan klien mereka, dengan mengetahui bahwa State Street Trust Company menyalurkan pinjaman berdasarkan laporan keuangan tersebut. Satu bulan kemudian, auditor mengirimkan surat ke klien dengan menyatakan bahwa telah tersaji lebih saji pada akun piutang. Namun auditor tidak mengkomunikasikan informasi ini ke State Street Trust Company, dank lien kemudian bangkrut. Pengadilan New York menyatakan bahwa tindakan auditor sebagai kelalaian berat dan bahwa “pengabaian atas konsekuensi yang mungkin timbul bisa menggantikan niat kesengajaan”.

e. Kerugian Berdasarkan Common Law
Penggugat yang menderita kerugian atas terjadinya kelalaian biasa, atau berat yang dituduhkan kepada auditor berhak atas ganti rugi, yang berarti mereka diberi kompensasi untuk memulihkan keadaan mereka setara dengan kondisi bila kelalaian auditor tidak terjadi. Ganti rugi diberikan untuk member hukuman atas kesalahan dan bisa diberikan jika auditor terbukti bersalah melakukan kecurangan atau kecurangan konstruktif. Ganti rugi tidak diperbolehkan berdasarkan undang-undang federal, yang memberikan insentif bagi penggugat untuk menuntut kecurangan berdasarkan undang-undang (disamping hukum tentang kecurangan).
Bila kerugian yang diderita penggugat bisa dibagi di antara pihak-pihak yang berkontribusi, auditor hanya memiliki kewajiban sebesar porsi tertentu dari total kerugian. Jika pembagian tidak dimungkinkan, beberapa Negara bagian mengikuti prinsip ‘kewajiban gabungan dan beberapa orang’ (joint and several liability). Kewajiban seperti ini berarti bahwa auditor bisa bertanggung jawabn atas seluruh kerugian walaupun terdapat pihak lain yang juga mengakibatkan kerugian tersebut. Beberapa pengadilan memutuskan bahwa kewajiban gabungan dan beberapa orang tidak konsisten dengan konsep kesalahan komparatif, dan beberapa orang anggota legislatif telah menghapuskan kewajiban ini dan lebih memilih pendekatan proporsi kesalahan (yaitu, jika auditor diketahui 30% bersalah, ia hanya memiliki kewajiban 30% dari kerugian yang diderita).

2. STATUTORY LAW

a. Kewajiban Perdata menurut federal security laws
Meskipun telah terlihat pertumbuhan dalam tindakan terhadap akuntan oleh kliennya atau pihak ketiga menurut common Law, pertumbuhan paling pesat dalam proses persidangan kewajiban kantor akuntan adalah yang diatur menurut federal security laws.
Penyelesaian hukum federal sangat menonjol terutama berkat tersedianya proses pengadilan yang cepat dan kemudahan dalam memperoleh ganti rugi yang cukup besar dari tergugat. Lagipula, beberapa bagian dari peraturan itu mencantumkan standar kewajiban yang agak tetap terhadap akuntan. Pengadilan federal seringkali memenangkan penggugat dalam gugatan hukum yang menyangkut standar yang tetap. Securities Act (1933) mengatur informasi dari laporan pendaftaran dan prospektus. Ketetapan ini hanya menyangkut persyaratan pelaporan untuk perusahaan yang mengeluarkan surat berharga baru. Securities act tahun 1993 mengakibatkan beban yang berat terhadap auditor seksi 11dari undang-undang tahun 1933 itu menjelaskan hak pihak ketiga dan auditor. Ikhtisarnya adalah sebagai berikut :
• Setiap pihak ketiga yang membeli surat berharga, yang dijelaskan dalam laporan pendaftaran bisa menggugat audiotor. Hubungan kontrak tidak berlaku menurut undang-undang tahun 1933.
• Pihak ketiga tidak mempunyai beban pembuktian yang menjadi pedoman pada laporan keuangan atau bahwa auditor telah lalai atau menipu dalam melakukan audit. Dia hanya wajib membuktikan bahwa laporan keuangan itu menyesatkan atau dibuat dengan tidak semestinya.
• Auditor mempunyai beban keharusan dalam membuktikan pembelaannya yaitu: (1) secara prinsip laporan tidak dibuat dengan keliru, (2) syarat audit telah terpenuhi dalam hal itu, atau (3) pihak pemakai laporan tidak menderita kerugian karena laporan keuangan yang menyesatkan itu.
• Auditor bertanggung jawab untuk meyakinkan bahwa laporan keuangan dibuat dengan benar dan ini bahkan berlaku setelah melewati tranggal dikeluarkannya laporan. Dia bertanggungjawab sampai tanggal dimana laporan pendaftaran mulai berlaku, yang bisa memakan waktu beberapa bulan.

Kewajiban auditor menurut Securities Act tahun 1934 berpusat pada laporan keuangan yang diaudit, yang diserahkan kepada SEC. setiap perusahaan yang surat berharganya diperdagangkan di dalam atau luar negeri harus menyerahkan laporan tahunan yang diaudit. Jumlah laporan yang harus dibuat menurut ketetapan ini ternyata lebih banyak daripada menurut ketentuan tahun 1933.
Pengadilan federal di seluruh Amerika sering berbeda pendapat mengenai standar pelaksanaan apa yang harus dikenakan terhadap kantor akuntan dalam menyatakan bahwa auditor bertanggung jawab menurt aturan 10b-5. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa kelalaian saja sudah merupakan p-enipuan terhadap investor. Sebagian lagi berpendapat bahwa diperlukan lebih dari sekedar kelalaian. Yang lainnya lagi menyatakan bahwa diperlukan niat nyata untuk melakukan penipuan menurut peratutan itu.
Banyak auditor percaya bahwa kasus Hochfelder akan banyak meringankan tanggung jawab auditor terhadap gugatan hukum. Akan tetapi kemudian, ada gugatan yang dilancarkan dengan pedoman aturan 10b-5. Standar pengetahuan dan penipuan akan lebih mudah diserang oleh penggugat jika auditor telah mengetahui seluruh fakta yang brhubungan dengan itu, tetapi dia tidak melakukan penilaian yang benar. Dalam hal ini, pengadilan menekankan bahwa kantor auntan telah mengetahui semua yang diperlukan.



Contoh kasus :
Escott v. BarChris Construction Corp. (1968)
Kegiatan usaha utama BarChris Corporation membangun bowling gang. BarChris memiliki dua jenis perjanjian penjualan. Dalam jenis pertama, lorong-lorong bowling dibangun bagi sindikat investasi kecil, yang akan membuat uang muka kecil dan memberikan BarChris catatan untuk jumlah yang tersisa, yang jatuh tempo selama beberapa tahun. Dalam kedua jenis transaksi penjualan, perusahaan mengadakan perjanjian penjualan dan penyewaan kembali dengan perusahaan pembiayaan. Kedua jenis transaksi mengakibatkan kebutuhan konstan untuk pembiayaan eksternal. Pada tahun 1961 perusahaan mengajukan pernyataan pendaftaran untuk menerbitkan obligasi. Tak lama kemudian, pasar konstruksi bowling gang kering, dan bulan Oktober 1962 BarChris mengajukan perlindungan kebangkrutan.
Para pembeli obligasi mengajukan gugatan terhadap auditor BarChris's, Peat Marwick Mitchell & Company, yang telah mengaudit laporan keuangan untuk BarChris 1960 1958 melalui yang terkandung dalam laporan pendaftaran S-1. Gambut Marwick juga melakukan S-1 review terhadap laporan keuangan tidak diaudit untuk kuartal pertama 1961. Dalam mencari auditor bertanggung jawab, pengadilan berkomentar bahwa auditor dapat menghindari kewajiban di bawah Pasal 11 jika dia bisa membuktikan "due diligence," itu adalah, bahwa investigasi yang wajar dilakukan sedemikian rupa sehingga ada alasan yang cukup untuk percaya bahwa pernyataan pendaftaran itu benar dan tidak ada kelalaian fakta material. Hakim mengkritik tugas perusahaan auditor senior, yang bukan BPA pada saat itu, tidak punya pengalaman industri bowling sebelumnya, dan baru saja dipromosikan menjadi senior. Hakim memutuskan bahwa program audit digunakan untuk meninjau due S-1 karena telah sesuai dengan GaAs tetapi kinerja senior dari prosedur audit yang belum memuaskan. Para senior telah mencurahkan sekitar 20 jam dengan peninjauan S-1, dan ia telah menerima manajemen jawaban atas pertanyaan tanpa memverifikasi mereka.
Sebagai hasil dari kasus ini, profesi menerbitkan standar lebih definitif tentang kejadian setelah meninjau.
b. Kewajiban pidana
Ada kemuingkinan bahwa akutan publik dipersalahkan karena tindakan kriminil menurut hukum federal ataupun Negara bagian. Undang-undang yang mungkin digunakan menurut hukum negara bagian adalah Uniform Securities Act, yang mirip dengan sebagian dari peraturan SEC. securities act tahun 1933 dan tahun 1934, dan juga Fedelal Mail Fraud Statute dan Federal False Statemen Statute, merupakan hukum federal yang paling relevan menyangkut auditor. Kesemuanya menyebutkan bahwa menipu orang lain dengan secara sadar seperti terlihat dalam laporan keuangan yang palsu adalah merupakan perbuatan kriminil.
Untunglah, hanya sedikit tindakan kriminil yang melibatkan akuntan publik. Reaksi masyarakat terhadap tindakan kriminil yang berat akan merusak integritas profesi ini. Kemungkinan akan tuduhan kriminil juga bisa mendatangkan efek negative terhadap kemampuan bidangb profesi ini untuk menarik dan membina hubungan dengan orang-orang terkemuka. Segi positifnya, tindakan kriminil akan mendorong auditor agar meningkatkan ketelitian dan kejujuran dalam semua tugas yang dilaksanakannya.
Contoh kasus:
UNITED STATES vs SIMON (1969)-KEWAJIBAN KRIMINIL
Kasus ini merupakan kasus kriminil dimana tiga auditor digugat karena membuat laporan palsu kepada kantor pemerintah dan melanggar Securities Exchange Act tahun 1934. Kantor akuntan public telah dibebaskan oleh pengadilan dari kewajiban sipil dengan membayar lebih dari $2 juta setelah klien auditnya, Continental Vending Corporation menyatakan dirinya pailit.
Masalah utama dar pengadilan adalah pelaporan transaksi-transaksi antara Continental dan perusahaan afiliasinya, Valley Commercial Corporation. Tokoh utama dalam kasus ini adalah Harold Roth, yang menjabat sebagai presiden direktur di Continental, sekaligus menguasaia kegiatan harian dari Valley, dan memiliki kira-kira 25% saham dari kedua perusahaan itu. Perlu dicatat bahwa Roth pernah menjalani hukuman penjara dan tidak begitu disenangi dalam loingkungan usaha. Valley yang operasinya dijalankan oleh Roth dari kantornya di Continental, meminjamkan uang dengan bunga kepada continental dan pihak lain dalam usaha mesin eceran (vending machine). Biasanya continental mengeluarkan wesel kepada Valley, yang menandtanganbinya sebelum ditulid jumlahnya dsn menggunaknnya sebagai jaminan agunan untuk memperoleh dua paket kredit masing-masing sebesar satu juta dolar. Jumlah uaang yang sudh didiskonto kemudian di transfer kepada continental. Transaksi-transaki ini menimbulkan apa yang dinamakan “hutang valley” yang timbul akibat pinjaman continental kepada valley. Kesemuanya ini akibat dari tindakan Roth yang menggunakan Continental dan Valley sebagai sumber dana untuk membiayai transaksi-transaksinya di bursa saham. Pada akhir tahun fiskal 1962, jumlah hutang valley mencapai $3,5 juta, dan pada tanggal 15 Februari 1963 yaitu tanggal pengesahan laporan audit, jumlah itu telah naik menjadi $3,9 juta. Menurut peraturan akuntansi yang ada jumlh hutang Valley tidak boleh diimbangi dengan piutang valley.
Sebelum audit seleai, auditor telah mengetahui bahwa Valley tidak sanggup melunasi hutangnya, dank arena itu berusaha mengatur agar jaminan dapat ditransfer. Roth dan anggota keluargnya mentransfer modal mereka daalm surat berrga tertentu kepasa Arthur Field, penasihat Continental, sebagai wali yang menjamin hutang Roth kepada Valley dan hutang Valley kepada Continental.
Pemerintah berpendirian bahwa catatan ini tidak memenuhi syarat dan sehrusnya telah diketahui bahwa piutang Valley tidak dapat tertagih pada tanggal 30 september 1962, karena valley meminjamkan jumlah uangyang kir-kira sama kepada Roth, yang tidsk mampu membayar kembali. Catatan jug seharusnya menyatakan bahwa kira-kira 80% dari saham yang telah di serahkan oleh Roth adalah saham dan obligasi dari Continental Vending. Para penggugat memanggil delapan aluntan independen sebagi saksi. Mereka secara umum menyatakan bahwa, dengan perkeculian kekeliruan mengengenai “Netting “ (penutupan hutang dengan piutang), perlakuan piutang Valley dalam catatan 2 sama sekali tidak menyipang dri prinsip akuntansi yang berlku atau norma pemeriksaan akuntan. Khususnya mereka membri kesaksian bahwa baik prinsip baik prinsip akuntansi yang berlaku naupun norma pemeriksaan akuntan tidk memerlukan pengunkapan yang terinci mengenai jaminan atau kenaikn piutang setelah tanggal penutupan dari neraca, meskkipun tiga dri delapan akuntanmenyatakan bahwa demi untuk kejelsan sebaiknya komposisi dari jaminan sebaiknya diungkapkan. Para sakasi juga member kesaksian bahwa pengungkapan pinjaman Roth dari Valley tidak diperlukn dan tujuh orang dari kedelapan akuntan memberikan pendapat bahwa pengungkapan semacam itu tidak layak.
Para tergugat mint dibuatkan dua instruksi yang pokoknya, memberitahuakan hakim bahwa seorang tergugat hanya dapat dinyatakan bersalah jiga merurut prinsip kuntansi yang berlaku laporan secra keseluruhan tidak memberikan gambarab yang wajar mengenai kondisi keuangan continental pada tanggal 30 Septmber 1962, dan jikapenyipangan dari noma pemeriksaan akuntan adalah sengaja tidak mengindahkan standar padahal dia sendiri mengetahui bahwa laporan itu palsu dan ada maksud untuk menipu.
Hakim menolak memberikann instruksi inidan sebaliknya mengatakan bahwa yang dinggap kritis justru apakah laporn disajikan dengan wajar dn jika tidak apakah tergugat telah berbuat dengan jujur. Bukti ketaatan dengan norma pemeriksaan akuntan adalah “bukti yang mungkin meyakinkan, tetapi tidak menunjukkan bahwa dia telah berbuat dengan ketulusan hati dan bahwa fakta-fakta yang dicantumkan tidak keliru atau menyesatkan”.
Pengadilan banding memperkuat keputusan terhadap tiga auditor dengan memberikan komentar bahwa meskiipun tanpa menunjukan motif yang jelas “ pemerintah mendapatkan bukti cukup” akan adanya niat jahat. Tugs pengadilan bukan membuktikan bahwa tertuduh adalah orang jahat… tetapi bahwa mereka telah mengesahkan laporan yang telah mereka ketahui sebagai palsu.”
Akibatnya terhadap ketiga orang itu cukup berat jumlah dendanya sebesar $17.000, tetapi yang lebih penting lagi mereka kehilangan izin praktek akuntansi mereka menurut aturan 501 dari Code of Profesional Ethics (Perbuatan-Perbuatan yag mendatangkan aib (dan dipaksa untuk men gakhiri profesi mereka. Mereka kemudian mendapat pengampunan dari presiden Nixon.
Ada beberapa pelajaran penting dari kasus ini:
• Penyelidikan mengenai integritas perusahaan adalah bagian penting yang perlu dijalankan dalam memutuskan apakah seorang klien dapat diterima dan sampai mana dan lingkupan pekerjaan yang akan dijalabnkan
• Auditor dapat dinyatakan bersakah secara kriminil dalam pelaksanaan audit wlaupun latar belakanyanya kelihatanya dapat dipercaya dalam kehidupan pribadi dan pekerjaannya. Kewajiban kriminil bias menyangkut para sekutu dan staff.
• Independensi dalam penampilan dan pengungkapan fakta oleh semua individu dalam melaksanakan tugasnya adalah penting seali, terutama dalam pembelaan yang menyangkut tindakan kriminil.
• Transaksi dengan pihak yang bersangkutan perlu diperiksa secara khusus karena ada kemungkinan laporan palsu.
• Audit untuk semua perusahaan aviliasi utama oleh auditor yang juga mengaudit perusahaan induk mungkin dibutuuhkan agar dapat dibuat audit yang memadai.
• Prinsip akuntansi yang berlaku tidak dapat dijadikan pedoman begitu saja khususnya dalam memutuskan apakah laporan keuangan dibuat dengan benar. Materi dari laporan dengan mempertimbangkan seluruh fakta, dibutuhkan persyaratan “priverability” SEC sekarang memberikan pedoman dalam mmilih prinsip-prinsip akuntansi.


c. Sanksi-sanksi SEC
Berkaitan dengan tanggung jawab auditor adalah wewenang SEC untuk menjatuhkan sanksi, SEC mempunyai wewenang dalam situasi-situasi tertentu untuk menjatuhkan sanksi atau melarang auditor untuk mengaudit perusahaan-perusahaan yang menjadi anggota SEC. Peraturan 2 (e) dari Peraturan Praktik SEC berbunyi :
Komisi dapat mencabut untuk sementara atau selamanya, hak untuk tampil atau berpraktik dengan cara apapun juga dari setiap orang yang di dapati oleh komisi : (1) tidak memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk mewakili orang lain, atau (2) kurang memiliki karakter yang baik atau integitas (kejujuran) atau telah melakukan perbuatan yang tidak etis atau tidak layak.

SEC selama ini jarang mencabut izin, walaupun untuk sementara, untuk mengaudit klien SEC. suatu pendekatan yang lebih umum adalah melarang kantor akuntan publik menerima klien SEC baru untuk suatu masa, misalnya enam bulan. Kadang-kadang SEC meminta agar suatu kantor akuntan publik yang cukup besar diperiksa oleh kantor akuntan lain. Kadang-kadang juga, pihak perusahaan diminta untuk mengambil bagian dalam program pendidikan yang berkesinambungan dan membuat perubahan-perubahan dalam cara kerja. Sanksi semacam ini diterbitkan oleh SEC dan sering dilaporkan dalam media usaha, sehingga cukup mempermalukan kantor akuntan publik.
Ada tindakan kongres yang cukup penting, yang menyangkut kantor akuntan publik dank lien mereka yaitu disahkannya Foreign Corrupt Practices Act tahun 1977. Undang-undang ini melarang pemberian uang suap kepada pejabat di luar negeri untuk mendapatkan penggaruh dan mendapatkan atau mempertahankan hubungan usaha. Larangan pembayaran terhadap pejabat luar negeri ini berlaku terhadap semua perusahaan AS di dalam negeri, tidak memandang apakah perusahaan itu perusahaan pemerintah atau bukan, dan bagi seluruh perusahaan asing yang terdaftar pada SEC.
Selain dari peraturan suap yang menyangkut perusahaan go publik, peraturan baru ini mewajibkan anggota yang terdaftar pada SEC menurut Securities Exchange Act tahun 1934 untuk memenuhi persyaratan tambahan. Termasuk di dalamnya adalah membuat dan mempertahankan pencatatan yang lengkap dan akurat serta system pengendalian internal yang memadai untuk mencegah penyuapan. Peraturan ini menyangkut semua perusahaan yang terdapat pada SEC, tetapi pertanyaan yang belum terjawab terhadap profesi ini sampai sekarang adalah bagaimana pengaruhnya terhadap auditor.
Peraturan ini dapat mempengaruhi auditor dalam hal tanggung jawabnya dalam memeriksa dan mengevaluasi system pengendalian internal sebagai bagian dari pelaksanaan audit. Kebanyakan auditor percaya bahwa mereka tidak diharuskan melakukan evaluasi terhadap pengendalian internal secara menyeluruh untuk menilai apakah klien mereka telah memenuhi persyaratan dari Foreign Corrupt Practices Act ini.
Sampai saat ini belum ada kasus hukum yang melibatkan tanggung jawab hukum dari auditor menurut Foreign Corrupt Practices Act. Tetapi masih ada perselisihan mengenai tanggung jawab auditor menurut ketetapan itu. Mungkin masih ada serangkaian diskusi dan kasus hukum untuk memecahkan masalah ini.







D. TANGGUNG JAWAB ATAS KERAHASIAAN (RESPONSIBILITY OF CONFIDENTIALY
Kasus pada awal tahun 80-an yang menyangkut tanggung jawab kantor akuntan untuk memberitahu klien mereka jika ada informasi yang biasanya dianggap rahasia menurut peraturan perilaku. kasus ini adalah Consolidata Servises, Inc.
Contoh kasus :
CONSOLIDATA SERVICES, Inc. vs Alexander Grant & Company
Consolidata Services, Inc adalah perusahaan pelayanan gaji yang menyiapkan cek gaji dan membagikan uang gaji kepada klien, karyawan dan pembayaran pajak. Hubungan kantor akuntan dan Consolidata hanya meliputi pengurusan pajak dan tidak mencakup auditing atau akuntansi . disamping itu kantor akuntan merekomendasikan pelayanan gaji kepada para kliennya, dan konsolidata sebaiknya juga berbuat yang sama, merekomendasikan kantor akuntan itu kepada para kliennya.
Dalam suatu rapat-rapat antara wakil-wakil kantor akuntan dan konsolidata, diputuskan bahwa konsolidata ternyata insolven. Setelah diadakabn diskusi dengen penasihat hukumnya, kantor akuntan meminta agar Consolidata memberitahukan para kliennya mengenai hal itu tetapi manajemennya menolak. Direkturnya kemudian memberitahukan para klien mengenai keadaan Consolidata. Consolidata meminta agar antor akuntan menunggu sepuluh hari agar Consolidata dapat meminjam uang agar dapat meminjam uang untuk menolong masalah solvensinya itu.
Para sekutu kantor akuntan memutuskan untuk memanggil kedua belas klien yang memanfaatkan jasa gaji consolidate dan memberitahukan mereka agar tidak mengirimkan uang lagi. Tidak seorangpun yang memberitahukan klien Consolidata lainnya yang berjumlah dua puluh empat.
Klien menggugat atas dasar kelalaian dsan pelanggaran kontrak karena tidak mengindahkan sesuatu yang ditrahassiakan. Pengadilan memenangkan Consolidata Services, Inc., dengan gati rugi sebesar $ 1,3 juta.


E. TANGGAPAN PROFESI TERHADAP KEWAJIBAN HUKUM
Ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh AICPA dan profesi secara keseluruhan untuk mengurangi risiko terkena sanksi hukum, antara lain :
1. Penelitian dalam auditing
Penelitian yang dilakukan secara berkesinambungan adalah penting untuk menemukan cara-cara yang lebih baik dalam melakukan pekerjaan seperti mengungkapkan laporan yang keliru atau penipuan oleh manajemen atau karyawan yang tidak disengaja, menyampaikan hasil audit kepada pemakai laporan, dan meyakinkan bahwa auditor independen
2. Penetapan standar dan aturan
AICPA harus secara terus menerus menetapkan standard an menyesuaikannya agar sejalan dengan kebutuhan auditing yang selalu berubah-ubah. Pernyataan-pernyataan baru dalam standar auditing, revisi kode etik jabatan, dan pernyataan lain harus disiarkan, sejalan dengan perubahan kebutuhan masyarakat dan timbulnya teknologi baru dari pengamanan dan penyelidikan.
3. Menetapkan persyaratan untuk melindungi auditor
AICPA dapat membantu anggotanya dengan menetapkan persyaratan yang telah diikuti oleh anggota-anggotanya yang terkemuka. Tentu saja persyaratan ini tidak boleh bertentangan dengan usaha untuk memenuhi kebutuhan klien.
4. Menetapkan persyaratan penilikan horizontal
Pemeriksaan berkala terhadap cara kerja dan prosedur perusahaan merupakan satu cara untuk mendidik anggota dan mengidentifikasi kantor akuntan yang tidak memenuhi standar profesi.
5. Melawan gugatan hukum
Adalah penting bagi kantor akuntan untuk terus melawan gugatan-gugatan yang kurang berdasar, meskipun dalam jangka pendek, biaya untuk memenangkan perkara lebih besar daripada biaya untuk menyelesaikan perkara.



6. Pendidikan bagi pemakai laporan
Perlu untuk mendidik investor dan orang lain yang menggunakan laporan keuangan mengenai maksud dari opini auditor dan wawasan serta sifat dari pekerjaan auditor.
7. Mengenakan sanksi terhadap anggota karena ulah dan hasil kerja yang tak layak
AICPA telah mencatat kemajuan dalam menangani masalah hasil kerja akuntan yang kurang layak, tetapi masih diperlukan pemeriksaan ulang yang lebih teliti terhadap kegagalan yang telah disebutkan.
8. Perundingan untuk perubahan hukum
Tujuan peundingan ini adalah untuk mengurangi biaya kewajiban sebagai sarana untuk mengurangi biaya asuransi kewajiban yang dibebankan kepada konsumen melalui kenaikan harga.

F. TANGGAPAN AKUNTAN PERORANGAN
Seorang auditor yang berpraktek dapat pula mengambil langkah tertentu untuk meringankan kewajibannya. Beberapa langkah yang dapat diambil sebagai berikut :
1. Hanya berurusan dengan klien yang memiliki integritas
Terdapat kemungkinan besar mendapatkan masalah hukum jika seorang klien kurang dapat dipercaya dalam berurusan dengan para pelanggannya, karyawannya, badan pemerintah atau lainnya. Suatu kantor akuntan membutuhkan serangkaian prosedur untuk menilai integritas klien dan harus langsung menarik diri apabila klien tersebut ternyata kurang dapat dipercaya.
2. Memperkerjakan staff yang kompeten dan melatih serta mengawasi mereka dengan baik
Sebagian audit biasanya dikerjakan dengan tenaga muda yang belum begitu berpengalaman. Mengingat risiko yang tinggi, yang dihadapi kantor akuntan dalam mengerjakan audit, adalah penting jika tenaga-tenaga muda ini harus kompeten dan dilatih dengan baik. Juga diperlukan pengawasan atas pekerjaan mereka oleh ahli yang berpengalaman dan benar-benar kompeten.
3. Mengikuti standar profesi
Suatu perusahaan harus menjalankan prosedur tertentu untuk meyakinkan bahwa seluruh personel perusahaan memahami dan mengikuti SAS, opini FASB, peraturan perilaku, dan pedoman-pedoman kerja lainnya.
4. Mempertahankan independensi
Independensi memiliki arti yang lebih luas dari sekedar menyangkut keuangan. Kenyataannya independensi membutuhkan suatu sikap tanggung jawab yang terpisah dari kepentingan kliennya. Banyak masalah hukum yang timbul karena mengalahnya auditor terhadap pernyataan atau tekanan klien. Auditor harus mempertahankan sikap skeptis yang sehat.
5. Memahami usaha klien
Kurangnya pemahaman terhadap cara kerja industry dan operasi klien sering kali menjadi factor kegagalan auditor untuk mengungkapkan kesalahan dalam banyak kasus. Adalah penting bahwa tim audit dididik dalam bidang ini.

6. Melaksanakan audit yang bermutu
Audit yang bermutu menuntut persyaratan bahwa bukti yang memadai diperoleh dan penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan atas bukti tersebut dibuat. Auditing yang baik akan mengurangi kemungkinan laporan yang salah dan gugatan hukum.
7. Mendokumentasikan semua pekerjaan dengan seksama
Mempersiapkan kertas kerja secara seksama akan membantu dalam mengorganisasi dan melakukan audit yang bermutu. Kertas kerja yang rapi adalah penting sekali dan sangat diperlukan pada saat seorang auditor harus menghadapi perkara audit di pengadilan.
8. Mendapatkan surat penugasan dan surat representasi
Kedua surat ini sangat diperlukan dalam memperjelas kewajiban-kewajiban klien dan auditor. Kedua surat ini terutama sekali bermanfaat dalam perkara hukum antara klien dan auditor, dan juga dalam perkara-perkara yang menyangkut pihak ketiga.
9. Mempertahankan hubungan yang bersifat rahasia
Auditor terikat kepada aturan etik dan kadang-kadang aturan hukum untuk tidak mengungkapkan masalah klien kepada orang luar.
10. Perlunya asuransi
Penting bagi kantor akuntan untuk memiliki perlindungan asuransi dalam hal gugatan hukum. Meskipun tingkat asuransi telah naik dalam beberapa tahun ini sebagai akibat banyaknya gugatan, asuransi kewajiban auditor masih dapat dimanfaatkan oleh semua kantor akuntan.
11. Mencari bantuan hukum
Jika masalah serius timbul dalam suatu audit, kantor akuntan sebaiknya menghubungi seorang ahli hukum. Jika timbul gugatan hukum, auditor harus segera mendapatkan seorang pengacara yang berpengalaman.

G. KEWAJIBAN HUKUM AUDITOR DI INDONESIA
Regulasi yang diterapkan terhadap auditor Indonesia saat ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Regulasi oleh Pemerintah, antara lain:
• Gelar Akuntan (UU Nomor 34 Tahun 1954)
• Penyelenggaraan Pendidikan Profesi (Kepmen Nomor 179/U/2001)
• Register Negara (Kepmen Nomor 331/KMK/017/1999)
• Pemberian Jasa (Kepmen Nomor 426/KMK.06/2002 dan Nomor 359/KMK.06/2003)
• Undang_Undang Akuntan Publik (rancangan)
• Regulasi oleh Badan Pemerintah lainnya, seperti otoritas pasar modal, Bank Sentral dan lain-lain.

2. Regulasi oleh Organisasi Profesi Akuntan, antara lain:
• Standar Akuntansi
• Standar Audit
• Kode Etik Profesi

Dari teori etika, profesi pemeriksa (auditor) diatur dalam sebuah aturan yang disebut sebagai kode etik profesi akuntan. Dalam kode etik profesi akuntan ini diatur berbagai masalah, baik masalah prinsip yang harus melekat pada diri auditor, maupun standar teknis pemeriksaan yang juga diikuti oleh auditor, juga bagaimana ketiga pihak melakukan komunikasi atau interaksi.
Dinyatakan dalam kode etik yang berkaitan dengan masalah prinsip bahwa auditor harus menjaga, menjunjung dan menjalankan nilai-nilai kebenaran dan moralitas, seperti bertanggung jawab (responsibility), berintegritas (integrity), bertindak secara objektif (objectivity) dan menjaga indenpendensinya terhadap kepentingan berbagai pihak (independence), dan hati-hati dalam menjalankan profesi (due care).
Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat dua menyatakan bahwa setiap anggota harus mempertahankan integritas, objektivitas dan independensi dalam menjalankan tugasnya. Seorang auditor yang mempertahankan integritas, akan bertindak jujur dan tegas dalam mempertimbangkan fakta, terlepas dari kepentingan pribadi.
Etika auditor yang dalam SPAP (1994) yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) disebut sebagai norma akuntan menjadi patokan resmi para auditor Indonesia dalam berpraktek. Norma-norma dalam SPAP tersebut yang menjadi acuan dalam penentuan tiga standar utama dalam pekerjaan auditor, antara lain:
1. Auditor harus memiliki keahlian teknis, independen dalam sikap mental serta kemahiran professional dengan cermat dan seksama.
2. Auditor wajib menemukan ketidakberesan, kecurangan, manipulasi dalam pengauditan.
Hal yang paling ditekankan dalam SPAP adalah betapa esensialnya kepentingan publik yang harus dilindungi serta sifat independensi dan kejujuran seorang auditor dalam berprofesi. Namun sulit untuk menentukan fungsi dan etika pengauditan yang secara teknik dapat mendeteksi jika ada penyelewengan pada sistem pemerintahan baik untuk penyusunan anggaran maupun aktivitas keuangan lainnya. Pengawasan kepatuhan dan penilaian pelaksanaan kode etik serta SPAP oleh akuntan publik dilaksanakan oleh Badan Pengawas Profesi ditingkat Kompartemen Akuntan Publik dan Dewan Pertimbangan Profesi di tingkat IAI.
IAI mempunyai tugas dan kewajiban terhadap anggotanya yang terlibat dalam proses pemeriksaan akuntan (auditing) agar tetap menjunjung tinggi profesionalisme mereka. Tuntutan profesionalisme bagi auditor antara lain:
1. Meningkatkan dan mengembangkan ilmu dan seni akuntansi
2. Menjaga kepercayaan publik kepada profesi
3. Mengadakan dan menjalankan setiap program dan kegiatan profesi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas jasa yang diberikan profesi
Sebagai organisasi profesional di samping harus mampu membina anggotanya, IAI harus mampu mengawasi dan menindak anggotanya yang melanggar kode etik profesi. Kewajiban lain yang harus dipikul IAI agar dapat menjadi salah satu “pillars of integrity” adalah menjadi salah satu agen yang mempromosikan good governance. Promosi ini dilakukan pada dasarnya untuk “menyuarakan” adanya keterbukaan dan akuntabilitas dalam berbagai aktivitas masyarakat. Peran lain yang dapat IAI ambil untuk mendukung gerakan anti korupsi yang merupakan salah satu elemen gerakan untuk menciptakan good governance adalah dengan memberikan dukungan teknis kepada lembaga atau gerakan anti korupsi.

Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik
PASAL 28
1. Akuntan Publik wajib mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) yang diselenggarakan yang diakui oleh IAI dan atau Direktur Jenderal dengan jumlah Satuan Kredit PPL (SKP) sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) SKP setiap tahun.
2. Akuntan Publik yang dalam waktu 1 tahun melakukan audit umum atas laporan keuangan, wajib mengikuti PPL di bidang auditing dan akuntansi sekurang-kurangnya sebanyak 15 (lima belas) SKP pada tahun berikutnya, yang merupakan bagian dari jumlah SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: 359/KMK.06/2003 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik
PASAL I: Pasal 26
Akuntan Publik dilarang merangkap sebagai pejabat negara, pimpinan atau pegawai pada instansi pemerintah, BUMN atau daerah atau swasta, atau badan hukum lainnya.
PASAL II
1. KAP yang memberikan jasa audit umum untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut atau lebih atas laporan keuangan dari suatu entitas pada saat berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, dapat melaksanakan audit umum atas laporan keuangan suatu entitas tersebut sampai dengan tahun buku 2003.
2. Akuntan Publik yang memberikan jasa audit umum untuk 3 (tiga) tahun buku beturut-turut atau lebih atas laporan keuangan dari suatu entitas pada saat berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, dapat melaksanakan audit umum atas laporan keuangan suatu entitas tersebut sampai tahun buku 2003.

Pembatasan dan rotasi terhadap akuntan publik diatur dalam pasal 6 ayat 4, yang berbunyi: “Pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh KAP paling lama untuk lima tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan public paling lama tiga tahun berturut-turut.”
Beberapa perubahan penting dalam Kepmenkeu itu diatur dalam pasal 6, yang semula empat ayat ditambah menjadi tujuh ayat. Adapun tiga ayat tambahan tersebut adalah:
1. Dalam hal KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari satu entitas melakukan perubahan komposisi akuntan publiknya maka terhadap KAP tersebut tetap diberlakukan ketentuan ayat 4.
2. Dalam hal KAP melakukan perubahan komposisi akuntan public yang mengakibatkan jumlah akuntan publiknya 50% atau lebih berasal dari KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas maka terhadap KAP itu diberlakukan sebagai kelanjutan KAP atas akuntan public yang bersangkutan dan tetap diberlakukan pembatasan penyelenggaraan audit umum atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud ayat 4.
3. Dalam hal pendirian atau perubahan nama KAP yang komposisi akuntan publiknya 50% atau lebih berasal dari KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas maka terhadap KAP tersebut diberlakukan sebagai kelanjutan KAP asal akuntan public yang bersangkutan dan tetap diberlakukan pembatasan penyelenggaraan audit umum atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 4.





















KESIMPULAN

Dalam tahun-tahun belakangan ini profesi auditing telah mendapat banyak serangan, tidak hanya di pengadilan, tetapi juga di SEC dan pertemuan-pertumuan serta laporan-laporan komisi. Permenitaan akan penyempurnaan peraturan dan tanggung jawab hukum yang lebih besar bermunculan. Profesi ini berjuang untuk menanggapi tekanan-tekanan ini secara konstruktif.
Penetapan terhadap sejauh mana auditor harus bertanggung jawab atas kebenaran laporan keuangan merupakan hal yang relevan terhadap profesi terhadap masyarat jelas bahwa adanya tanggung jawab hukum menunjukkan peringatan terhadap cara kerja yang serampangan atau bahkan kecurangan dari beberapa auditor.
Kantor akuntan yang dapat diandalkan tidak menginginkan dihapusnya tanggung jawab hukum terhadap hasil kerja yang menyesatkan atau kurang layak. Tentunya, para akuntan menghendaki agar hasil kerjanya terus mendapat kepercayaan dari masyarakat.
Akan tetapi, adalah tidak adil untuk menganggap bahwa auditor harus bertanggung jawab secara hukum atas segala kekeliruan dalam laporan keuangan. Auditor tidak dapat bertindak sebagai penjamin ketepatan laporan keuangan atau solvabilitas perusahaan. Biaya audit yang diperlukan untuk mencapai tingkatan jaminan yang setinggi itu akan melebihi manfaat yang bisa didapat. Lagipula, meskipun biaya auditnya tinggi, usaha-usaha penipuan yang direncanakan dengan rapi tidak akan terungkap begitu saja, demikian pula dengan kekeliruan dalam penilaian.
Adalah perlu bagi profesi dan masyarakat untuk menetapkan keseimbangan yang pantas antara tingkat tanggung jawab yang harus dipikul auditor dalam memberikan laporannya dan biaya audit yang harus ditanggung oleh masyarakat. Kantor akuntan, DPR, SEC, dan pengadilan semuanya mempunyai andil dalam mencapai penyelesaian akhir.




DAFTAR PUSTAKA

Boynton, William. 2005. Modern Auditing 11th Edition. Jakarta : Salemba Empat.
Anderson, John C. 1997. The Mitigation of Hindsight Bias in Judges' Evaluation of Auditor Decision. Auditing: A Joumal of Practice & Theory Vol, 16, No. 2 Fall 1997.

Gulati, G. Mitu. 2005. Fraud By Hindsight. Cornell Law Faculty Publications.

Ivanov, Asen. 2007. Hindsight, Foresight, and Insight: An Experimental Study of a Small-Market Investment Game with Common and Private Values. American Economic Review.

Cornell, Robert M. 2004. Remedial Tactics in Auditor Negligence Litigation. School of Accounting and Information Systems David Eccles School of Business University of Utah.

Pacini, C., M. Martin, L. Hamilton. 2000. At the interface of law and accounting: An examination of a trend toward a reduction in the scope of auditor liability to third parties in the common law countries. American Business Law Journal, 37:171.

Category: | 0 Comments